Perencanaan Pembelajaran
Capaian
Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, Anda
akan mampu untuk:
Perspektif
Perencanaan Menjelaskan
mengapa perencanaan dosen penting dan mendeskripsikan tiga macam perspektif
perencanaan.
Dukungan
Teoretis dan Empiris Menjelaskan
konsekuensi perencana-an untuk pembelajaran mahasiswadan mendiskusikan
bagaimana dosen pemula dan dosenberpengalaman melakukan pendekat-an terhadap
perencanaan dengan cara yang berbeda.
Ranah-ranah Perencanaan Mendeskripsikan
tiga fase perencana-an dosen dan tipe-tipe keputusan yang diambil di setiap
fase dan mendiskusikan bagaimana siklus perencanaan bervariasi di sepanjang
tahun ajaran.
Hal-hal yang Spesifik dalam Perencanaan Memberikan definisi dan contoh untuk tugas-tugas
perencanaan berikut ini: menggunakan standar dan kerangka-kerja, pemetaan
kurikulum, merancang capaiann pembelajaran (termasuk berbagai macam
pendekatan), menggunakan berbagai taksonomi, merancang rencana harian dan unit perkuliahan,
penjadwalan.
Perencanaan Waktu dan Ruang Memikirkan bagaimana
merencanakan penggunaan waktu dan ruang secara efektif.
Pemikiran Akhir tentang Perencanaan Memikirkan bagaimana di masa yang akan datang
proses perencanaan bisa lebih berorientasimahasiswa.
MESKIPUN merencanakan
dan mengambil keputusan tentang pengajaran adalah proses yang banyak menuntut
pemahaman dan keterampilan yang cukup canggih, dosen tidak harus merasa
kewalahan karenannya. Kebanyakan orang pernah merencanakan perjalanan yang
membutuhkan perencanaan rumit. Anda pernah merencanakan jadwal kuliah, membuat
daftar apa saja yang harus dikerjakan, dan berhasil melewati tenggat-waktu yang
ditetapkan pihak lain atau kejadian-kejadian lain yang pernah dialami
kebanyakan orang, yang membutuhkan keterampilan perencanaan tingkat tinggi.
Perencanaan untuk mengajar mujngkin sedikit lebih kompleks, tetapi keterampilan
yang sudah Anda miliki dapat menjadi fondasi untuk itu.
Modul ini
mendeskripsikan tentang beberapa hal yang tekah diketahui tentang proses perencanaan
dan pengambilan keputusan oleh dosen. Dasar pikiran dan dasar pengetahuan
tentang perencanaan, khususnya dampak perencanaan pada pembelajaran mahasiswa
dan pada alur kehidupan di kelas secara keseluruhan, di deskripsikan, seperti
halnya proses-proses yang digunakan oleh dosen-dosen berpengalaman untuk
membuat rencana dan mengambil keputusan. Modul ini juga memasukkan penjelasan
yang agak terperinci tentang prosedur-prosedur perencanaan tertentu dan
sejumlah alat bantu dan teknik yang digunakan untuk perencanaan di bidang
pendidikan dan di bidang-bidang lainnya. Diskusi selanjutnya berusaha menangkap
kompleksitas perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen dan menunjukkan
bagaimana fungsi0fungsi ini dijalankan oleh dosen dalam kondisi yang tidak pasti.
Meskipun modul ini ditekankan pada bagaimana tugas perencanaan dilaksanakan
sendiri oleh oleh dosen sebelum pengajaran, perhatian juga diberikan pada
berbagai keputusan yang dibuat dosen selama pengajaran berjalan.
Perespektif
Tentang Perencanaan
Dewasa ini orang-orang mengekspresikan
keyakinan akan kemampuan mereka untuk mengontrol berbagai kejadian melalui
perencanaan canggih. Pentingnya perencanaan diilustrasikan oleh banyaknyaperan
pekerjaan khusus yang telah diciptakan hanya untuk maksud ini saja. Contohnya
adalah para kader perencanaan permanfaatan-lahan profesional, spesialis
pemasaran, analis sistem, dan perencanaa strategis, yang bekerja purna-waktu
menyatukan rencana-rencana jangka panjang terperinci untuk memengaruhi dan
mengarahkan perencanaan, serta untuk memastikan upaya militer secara tepat.
Perencanaan keluarga, perencanaan keuangan, dan perencanaan karier adalah
topik-topik yang diajarkan kepada mahasiswa-mahasiswa, dan orang-orang dewasa
di berbagai lingkup (setting).
Perencanaan
juga vital bagi pembelajaran. Salah satu ukuran pentingnya perencanaan
diilustrasikan ketika Anda memikirkan tentang beberapa banyaknya waktu yang
digunakan dosen untuk kegiatan ini. Clark dan Yinger (1979), misalnya
melaporkan bahwa para dosen memperkirakan mereka menghabiskan 1 sampai 20
persen waktu kerjanya setiap minggu untuk kegiatan perencanaan. Pentingnya
perencanaan diilustrasikan dengan cara lain ketika. Anda memikirkan tentang
berbagai macam kegiatan pendidikan yang dipengaruhi oleh rencana dan keputusan dosen,
seperti dideskripsikan oleh Clark dan Lampert (1986):
Perencanaan dosen adalah determinan
utama dari apa yang diajarkan di kampus. Kurikulum yang dipublikasikan,
ditransformasikan, dan diadaptasikan dalam proses perencanaan dengan
penambahan, penghapusan, interpretasi, dan keputusan dosen tentang kecepatan,
urut-urutan, dan penekanan (pembelajarannya). Di kelas-kelas tempat dosen bertanggung
jawab atas semua mata kuliah yang diampunya, keputusan perencanaan tentang apa
yang akan diajarkan, berapa lama waktu yang digunakan untuk masing-masing
topik, dan beberapa banyak latihan yang akan diberikan, menaambah signifikansi
dan kompleksitasnya. Fungsi lain perencanaan dosen termasuk mengalokasikan
waktu pembelajaran untuk individu-individu dan kelompok-kelompok mahasiswa;
menyusun kelompok-kelompok mahasiswa; mengorganisasikan jadwal harian,
mingguan, dan triwulanan; dan mengompensasi waktu untuk interupsi dari luar
kelas dan berkomunikasi dengan dosen pengganti.
Proses
pembelajaran dideskripsikan oleh sebagian orang sebagai proses bagi calon dosen
dalam belajar memutuskan isi kurikulum yang penting untuk dipelajari mahasiswa
dan cara penerapan kurikulum itu dalam lingkup (setting) kelas melalui berbagai kegiatan dan peristiwa belajar
(Doyle, 1990; Stringe, 2002).
Modul ini akan
menekankan pentingnya perencanaan dan menggarisbawahi bahwa ada jauh lebih
banyak hal dalam perencanaan daripada sekadar rencana belajar yang baik saja.
Yang terpenting, modul ini berusaha menyampaikan pesan bahwa perencanaan adalah
tugas yang kompleks dan bahwa dosen-dosen efektif percaya bahwa “rencana dibuat
untuk dibengkokkan”.
Perencnaan-Pandangan
Tradisional
Pendekatan perencanaan linier-rasional
difokuskan pada pertama-tama menetapkan sasaran kemudian memilih strategi
tertentu untuk mencapainnya. Perencanaan nonlinier adalah sebaliknya. Perencana
mulai dengan bertindak terlebih dahulu kemudian melekatkan sasaran/tujuan.
Proses perencanaan di semua bidang,
termasuk pendidikan, telah dideskripsikan dan dikaji oleh banyak peneliti dan
teoretisi. Perspekktif dominan yang menuntun sebagaian besar pemikiran dan
tindakan tentang topik ini disebut rational-linier
model (model linier-rasional). Perspektif ini meletakkan fokus pada sasaran
dan tujuan sebagai langkah pertama dalam sebuah proses sekuensial (berurutan).
Modus (cara) bertindak dan kegiatan tertentu kemudian diseleksi dari berbagai
alternatif yang ada untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Model
ini mengasumsikan adanya hubungan yang erat antara mereka yang menetapkan
sasaran dan tujuan dengan mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya.
Gambar 3.1 mengilustrasikan model
perencanaan linier sederhana.
Gambar 1Model
Perencanaan Linier-Rasional (Rational-Linear
Planning Model)
Gambar 2 Model Perencanaan Nonlinier (Nonlinear Planning Model)
Dasar teori untuk model ini berasal dari
para perencanaan dan pemikir di banyak bidang. Di bidang pendidikan
konsep-konsep dasarnya biasanya dikaitkan dengan perencana dan teoretisi lebih
awal seperti Ralph Tyler (1950), dan dengan perancang pengajaran yang lebih
modern seperti Mager (1962, 1997), Gagne, Briggs, dan Wager (1992), Gronlund
(2004), dan Eby (1992). Bagi kedua kelompok ini, perencanaan pendidikan yang
baik ditandai oleh tujuan instruksional yang ditetapkan dengan cermat (yang
biasanya dinyatakan dalam istilah-istilah behavioral), tindakan dan strategi pembelajaran
yang dirancang untuk menentukan tujuan, dan pengukuran hasil yang teliti,
khususnya prestasi mahasiswa.
Perencanaan-Perspektif Alternatif
Selama dua puluh lima tahun terakhir,
banyak pengamat yang mempertanyakan apakah model linier-rasional
mendeskripsikan perencanaan di dunia nyata secara akurat (misalnya Fullan,
2001; McCytcheon dan Milner, 2002; Weick, 1979,). Pandangan bahwa organisasi dan
kelas dikemudikan oleh tujuan telah ditantang, demikian pula pandangan bahwa
tindakan dapat dilaksanakan dengan prestasi yang tinggi di dunia yang kompleks,
selalu berubah, dan tidak pasti.
Perlu dicatat bahwa model linier-rasional
yang ditemukan dalam Gambar 1 itu
diputarbalikkan dalam model nonlinier, yang
perencaannya mulai dengan tindakkan yang akan membutuhkan hasil (yang sebagian
telah diantisipasi dan sebagian lainnya tidak) dan terakhir merangkum dan
menjelaskan tindakannya dengan melekatkan tujuan. Para pendukung model
perencanaan ini, yang dilustrasikan dalam Gambar 2, mengatakan bahwa
perencanaan belum tentu berfungsi sebagai pedoman untuk bertindak tetapi
sebagai simbol, advertensi/iklan, dan justifikasi untuk apa yang sudah
dilakukan orang. Seperti ditunjukkan nanti, model ini dapat mendeskripsikan
cara yang digunakan oleh banyak dosen berpengalaman dalam mendekati beberapa
aspek perencanaan. Meskipun mereka menetapkan tujuan dan berusaha mendapatkan
pengertian tentang arah tujuan bagi dirinya sendiri dan mahasiswa-mahasiswanya,
tetapi proses perencanaan dosen berjalan secara linier siklikal, bukan linier
dan lurus, dengan banyak trial and error.Dosen-dosen
berpengalaman pun bahkan memusatkan perhatian pada berbagai fitur dalam
aspek-aspek perencanaan linier maupun nonlinier dan mengakomodasikan keduanya.
Perencanaan Mental
Sebagian besar yang dideskripsikan dan
dipreskripsikan di modul ini berkaitan dengan proses perencanaan formal yang
digunakan oleh dosen ketika mereka merancang unit-unit kerja dan pembelajaran
sehari-hari. Akan tetapi, ada segi perencanaan lain yang disebut “pemikiran
reflektif” atau perencanaan “mental” (McCutcheon, 1980); McCuttcheon &
Milner, 2002). Salah satu aspek perencanaan
mental berupa pemikiran reflektif sebelum penulisan aktual rencana jangka
panjang atau rencana harian. Hal ini mungkin berupa merefleksikan kembali
tentang apa yang dilakukan dosen di tahun-tahun sebelumnya ketika memikirkan
unit yang diperolehnya dari membaca, meneliti, atau mengikuti lokakarya
pengembangan profesi. Perencanaan mental juga melibatkan “imaging” (membayangkan) atau melakukan latihan “mental” sebelum
mempresentasikan pembelajaran. Anda kemungkinan besar pernah terlibat dalam
kegiatan semacam ini dalam aspek-aspek lain kehidupan Anda-sebagai contoh,
ketika melatih apa yang akan Anda katakan dalam pidato, atau melatih bagaimana
Anda akan merespons ketika diperkenalkan kepada seseorang untuk pertama
kalinya. Terakhir, perencanaan mental termasuk “in-fitght” plans (rencana spontan) yang dibuat dosen selama pembelajaran
ketika mereka merespons kejadian dan situasi tertentu di kelas. Karena
perencanaan mental berlangsung dalam pikiran, rencana spontan tidak dapat
diobservasi secara langsung seperti perencanaan formal. Hal ini membuatnya
sulit untuk dideskripsikan dan diajarkan kepada para dosen pemula.
Dukungan
Teoretis dan Empiris
Penelitian tentang perencanaan dan
pengembilan keputusan oleh dosen cukup substansial dan mengalami pertumbuhan
yang signifikan selama dekade 1970-an dan 1980-an, tetapi kemudian melambat
selama dekade silam. Penelitian menunjukkan bahwa perencanaan memiliki
konsekuensi pada apa yang dipelajari mahasiswa, bahwa dosen pemula dan dosen
berpengalaman membuat rencana dengan cara yang berbeda, dan bahwa dosen
berpengalaman tidak selalu memuat rencana seperti yang diperkirakan. Penelitian
ini juga mengilustrasikan kom-pleksitasperencanaandosen dan bagaimana
jenis-jenis perencanaan tertentu dapat membuahkan hasil-hasil yang di luar
antisipasi dan mengejutkan.
Konsekuensi
Perencanaan
Baik teori maupun common sense mengatakan bahwa
perencanaan kegiatan akan memperbaiki hasil. Penelitian juga lebih mendukung
perencanaan instruksional dibanding kejadian dan kegiatan yang tidak terarah. Akan tetapi, sepertiyang
akan Anda lihat, beberapa tipe perencanaan dapat membuahkan hasil-hasil yang
tidak diharapkan.
Proses perencanaan yang diprakarsai oleh dosen dapat
memberikan arah tujuan kepada mahasiswa maupun dosen dan dapat membantu mahasiswa
untuk menjadi sadar akan tujuan-tujuan yang tersirat dalam tugas-tugas belajar
yang harus merekankerjakan. Dua studi penting yang dilakukan di waktu yang hampir
sama menyoroti efek perencanaan pada perilaku dosen dan konsekuensinya bagi mahasiswa.
Duchastel dan Brown (1974) tertarik dengan efek tujuan
pengajaran pada pembelajaran mahasiswa. Pada saat studi mereka dilaksanakan,
hasil-hasil penelitian sebelumnya bersifat kontradiktif, dan sebagian tidak
dapat mendukung anggapan bahwa tujuan yang jelas menghasilkan prestasi belajar
yang lebih tinggi. Kedua peneliti secara acak menempatkan para mahasiswa yang
mengambibil kuliah komunikasi ke dalam dua kelompok. Subjek diminta mempelajari
beberapa unit dalam sebuah topik tentang jamur. Dua puluh empat tujuan telah
ditulis untuk masing-masing unit, dan untuk sebuah tes khusus yang berhubungan
dengan masing-masing tujuan. Para mahasiswa di kelompok 1 diberi dua belas di
antara kedua puluh empat tujuan itu untuk digunakan sebagai pedoman belajar.
Mahasiswa di kelompok 2 tidak diberi satu tujuan pun, tetapi diberi tahu untuk
belajar sebanyak mungkin dari bahan-bahan tentang jamur.
Ketika kemudian dites, para peneliti menemukan bahwa kedua
kelompok memiliki skor total yang sama. Akan tetapi, yang menarik dan penting
adalah takta bahwa mahasiswa yang diberi dua belas tujuan untuk memfokuskan
belajarnya itu mendapat skor yang lebih tinggi pada soal-soal tes yang
berhubungan dengan kedua belas tujuan yang telah mereka pelajari. Hal lain yang
tidak kurang menariknya adalah mahasiswa yang tidak diberi tujuan sebagai alat
bantu belajarmendapat skor yang lebih tinggi pada soal-soal yang berhubungan
dengan kedua belas tujuan lain (yang tidak diberikan kepada kelompok 1).
Duchastel dan Brown
menyimpulkan bahwa tujuan belajar memiliki efek memfokuskan pada mahasiswa,
yang memunculkan rekomendasi bahwa dosen sebaik-nya memberitahukan tentang
tujuan perkuliahan kepada mahasiswa. Di lain pihak, para dosen memperingatkan dosen
untuk berhati-hati karena studi itu juga mengilustrasikan bagaimana terlalubanyak
memfokuskan pada tujuan dapat membatasi pembelajaran penting lainnya.
John Zahorik
(1970), yang melakukan penelitian-nya di waktu yang hampir sama dengan
Duchastel dan Brown, tertarik dengan efek perencanaan pada perilaku dosen, khususnya
perilaku perencanaan yang berhubungan dengan mengidentifikasi tujuan,
men-diagnosis pembelajaran mahasiswa, dan memilih strategi pengajaran. la ingin
menemukan apakah dosen yang merencanakan perkuliahannya kurang sensitif
terhadap mahasiswa di kelas dibanding dosen yang tidak melakukannya.
Zahorik meneliti
dua puluh dosen dari kampus-kampusdaerah pinggiran kota. Kedua puluh dosen
dalam studi itu dibagi secara acak menjadi dua kelompok yang disebut "dosen-dosen
yang merencanakan" dan "dosen-dosen yang tidak merencanakan". Dosen-dosen
di kelompok perencanaan diberi sebuah rencana perkuliahan dengan berbagai
tujuan dan garis besar yang terperinci tentang topik kartu kredit. Mereka
diminta menerapkannya di kelasnya. Dosen-dosen di kelompok nonperencanaan
diminta menyisihkan waktu satu jam dari waktu mengajarnya di kelas untuk
mengerjakan tugas tertentu yang tidak diketahui—tugas yang kemudian diumumkan sebagai pengajaran tentang kartu
kredit. Semua perkuliahan direkam, dan perilaku dosen dikode dengan menggunakan
sebuah sistem yang dirancang untuk mengategorikan sensitivas dosen
terhadap mahasiswa.
Zahorik menemukan perbedaan yang signifikan antara dosen-dosen yang sudah
merencanakan dan mereka yang belum merencanakan. Dosen-dosen yang merencanakan
kurang sensitifterhadap ide-ide mahasiswa dan tampak mengejar tujuan-tujuannya
sendiri tanpa memedulikan apa yang dipikirkan atau dikatakan mahasiswa.
Sebaliknya, dosen-dosen yang belum merencanakan menunjukkan jumlah perilaku
verbal yang lebih tinggi, yang bersifat mendorong dan mengembangkan ide-ide mahasiswa.
Zahorik menyimpulkan bahwa perencanaan berbasis-tujuan dapat menghambat dosen
untuk bersikap sensitif terhadap mahasiswa seperti yang mestinya dapat mereka
lakukan.
Pertanyaan yang serta-merta muncul dari studi ini adalah, bila
perencanaan berbasis-tujuan membuat dosen kurang sensitif terhadap mahasiswa,
haruskah para dosen menghapuskan perencanaan? Zahorik menyimpulkan bahwa
jawabannya jelas adalah: tidak. Penghapusan perencanaan juga dapat
"menghasilkan pembelajaran yang sama sekali acak dan tidakproduktif. Agar
pelajarah efektif, tampaknya dibutuhkan arahan tertentu dalam bentuk tujuan dan
pengalaman, betapa pun umum dan tidak jelasnya."
Konsekuensi lain perencanaan dosen
adalah menghasilkan kelas yang berjalan lancar dengan lebih sedikit masalah
kedisiplinan dan lebih sedikit interupsi. Pada modulyang membahas tentang
manajemen kelas, jadi penelitian tentang topik tersebut tidak disoroti di sini.
Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa penelitian pendidiklalu secara
konsisten menemukan bahwa perencanaan adalah kunci untuk mengeliminasi sebagian
besar masalah manajemen. Dosen yang merencanakan dengan baik menemukan bahwa
mereka tidak harus menjadipolisi karena kelas dan perkuliahannya ditandai oleh
ide-ide, kegiatan-kegiatan, dan Interaksi yang mengalir dengan lancar.
Perencanaan semacam itu mencakup aturan dan tujuan yang ditetapkan dosen untuk
kelasnya dan menekankan bagaimana perilaku yang bertanggung jawab dan
efisien-praktis-sistematis (businesslike) merupakan bagian integral
pembelajaran. Gambar 3 merangkum berbagai konsekuensi dari memiliki sasaran dan
tujuan pengajaran yang jelas.
Gambar 3 Konsekuensi Sasaran dan Tujuan
Instruksional yang Jelas
Perencanaan dan Dosen Pemula
Peneliti dan pendidik juga dibingungkan tentang mengapa
tampaknya sulit bagi dosen pemula untuk mempelajari beberapa keterampilan
perencanaan penting. Salah satu insight yang diperoleh selama beberapa
tahun terakhir ini adalah sulit untuk belajar dari dosen-dosen berpengalaman,
bukan hanya karena mereka berpikir dengan cara yang berbeda tentang
perencanaan, tetapi juga karena mereka mendekati perencanaan dan pengambilan keputusan
interaktif dengan cara yang berbeda pula. Tiga studi menarik menegaskan perbedaan
ini.
Housner dan Griffey (1985) tertarik untuk membandingkan
perbedaan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen berpengalaman
dan belum berpengalaman. Mereka meneliti enam belas dosen olahraga. Delapan
subjek memiliki pengalaman lebih dari lima tahun, delapan subjek yang lainnya
adalah calon dosen. Dosen-dosen itu diberi waktu enam puluh menit untuk
merencanakan sebuah pembelajaran tentang bagaimana cara mengajarkan dribbling
(menggiring bola) dalam sepak bola dan bola basket kepada anak-anak yang
berusia 8 tahun. Dosen-dosenitu kemudian mengajarkan perkuliahan itu dan
direkam. Setelah itu, dosen-dosen tersebut melihat rekaman perkuliahannya dan
memberitahukan kepada peneliti apa yang mereka pikirkan dan keputusan yang
mereka buat selama mengajar. Hasil-hasil studi mereka disoroti dalam Ringkasan
Penelitian untuk modul ini.
Gael Leinhardt (1989) melaksanakan studi serupa dan
membandingkan keterampilan merencanakan dan melaksanakan perkuliahan antara dosen
matematika yang berpengalaman dan belum berpengalaman. Leinhardt menemukan
bahwa dosen-dosen berpengalaman memiliki“mental
notepads" dan agenda yang lebih lengkap dibandingkan dosen-dosen
yang belum berpengalaman. Mereka juga membuat dan menggunakan jauh lebih banyak
checkpoints untuk melihat apakah mahasiswa memahami perkuliahannya
dibandingkan dosen-dosen yang belum berpengalaman. Menurut Leinhardty dosen-dosenberpengalaman
"menjalin serangkaian perkuliahan untuk sebuah topik pembelajaran tertentu
secara mendasarkannya pada materi-materi yang diintroduksikan dalam perkuliahan
sebelumnya":
Para dosen ahli juga
mengonstruksikan perkuliahan yang memperlihatkan struktur dalam-perkuliahanyang sangat efisien, yang ditandai oleh
perpindahanyang lancar dari satu tipe kegiatan ke tipe kegiatan lainnya....Perkuliahandosen-dosen baru, di lain pihak, ditandai oleh
struktur perkuliahan yang terpotong-potong, dengan waktu transisi/peralihan
yang panjang di antara segmen-segmen perkuliahannya ... Perkuliahan mereka
tidak benar-benar pas dengan batas-batas topiknya. (hlm.73)
Dalam studi yang sekarang
dianggap klasik, Peterson, Marx, dan Clark (1978) menemukan bahwa dosen-dosen
berpengalaman tidak selalu menggunakan apa yang mungkin dianggap sebagai
"praktik perencanaan terbaik". Para peneliti tersebut memberikan
berbagai tujuan dan bahan kepada dua belas dosen yang berpengalaman dan meminta
mereka untuk merencanakan tiga pertanyaan tentang sebuah kota di Perancis.
Snidi mereka membuahkan berbagai hasil yang penting dan menarik. Para dosen
berpengalaman dalam studi itu temyata tidak mengikuti rekomendasi yang lazim yaitu mulai dengan
tujuan dan hasil belajar. Sebaliknya, merekamerencanakan isi dan kegiatan
instruksional terlebih dahulu, lalu kembali lagi ke tujuan. Hal ini memunculkan
pertanyaan menarik tentang apakah pola perencanaan ini merepresentasikan
praktik perencanaan yang paling baik.
Dalam sebuah studi kasus yang lebih mutakhir terhadap seorang dosen
Bahasa Inggris Mc-Cutcheon dan Milner (2002) menemukan contoh lain yang
perencanaan dosennya berbeda secara signifikan dengan model linier yang lebih
tradisional yang dideskripsikan sebelumnya. Para peneliti mengobservasi dan
mewawancarai Bill, seorang dosenpensiunan yang telah mengajar selama empat
puluh tahun, tentang pendekatan perencanaannya. Bill merencanakan setiap perkuliahan
jauh sebelum mengajarkannya bentuk perencanaan yang oleh para penelitinya
disebut "long-range pre-active planning" (perencanaan
pra-aktif jangka panjang). Sebagai contoh, dalam persiapan perkuliahan baru
tentang "Penulis-Penulis Besar Inggris," Bill membaca pedoman kampus
dan pedoman negara bagian tentang perkuliahan itu dan melakukan riset tentang
bagaimana dosen-dosen lain sebelum dirinya mengajarkan perkuliahan itu. la
menolak banyak pedoman dan pendekatan sebelumnya karena dianggapnya terlalu
bergantung pada textbooks. Alih-alih, ia mengorganisakanperkuliahannya
secara tematik dan menyeleksi literatur yang tersedia di Web untuk dipelajari.
Ia melaporkan dengan bangga bahwa ia tidak mengikuti "kurikulum orang
lain" . Bill juga mengatakan bahwa ia tidak banyak membuat perencanaan
jangkapendek: "Ia berusaha keras untuk menjadikan diskusi-diskusinya di
kelas bersifat improvisatorik. Terlalu banyak rencana akan membatasi aliran
diskusi dan eksplorasi". Sebagai contoh:
Selama kami
berdiskusi, mungkin sesuatu yang ada dalam literatur tiba-tiba terlintas di
benak saya, tetapi mereka (mahasiswa-mahasiswa) mungkin belum memiliki
pengalaman untuk menggunakannya. Jadi kadang-kadang saya harus bisa
berimprovisasi, dan saya tidak selalu tahu sebelumnya ke mana saya akan pergi
atau ke mana tepatnya diskusi ini akan membawa kami. Itu mengambil alih
perencanaan jangka pendek yang terlalu banyak.
Secara ringkas, McCutcheon dan Milner (2002) menemukan dari
studi mereka tentang Bill bahwa pendekatan perencanaan initidak sesuai dengan
model yang lebih linier, yang paling banyak disokong. Sebaliknya, ia lebih
memusatkan perhatian pada perencanaan pra-aktif jangka panjang daripada
perencanaan perkuliahan jangka pendek. Ia tidak merencanakan berdasarkan tujuan
tetapi melalui suatu bentuk mental imaging (bayangan mental) dan mental
rehearsal (latihan mental), yang dijelaskan sebagai "backward
building' (membangun-mundur) yang mengacu pada "membayangkan ke mana
kita ingin mahasiswa-mahasiswa kita akan berujung, dan setelah itu membuat perencanaan-mundur
mulai dari sana.” Dalam kesimpulannya, kedua peneliti berspekulasi bahwa alasan
mengapa dosen menggunakan pendekatan perencanaan semacam ini dan bukan
pendekatan-pendekatan yang lebih tradisional adalah karena dosen-dosen masa
kini saat ini dipengaruhi oleh pengetahuan baru dan teori-teori konstruktivis
tentang bagaimana mahasiswa belajar.
Fakta bahwa dosen-dosen
berpengalaman memusatkan perhatian pada tugas perencanaan dan isyarat-isyarat
yang berbeda dengan dosen-dosen yang belum ber-pengalaman menyuguhkan beberapa
masalah yang rnenantang bagi dosen-dosen pemula. Berbeda dengan tindakan
mengajar, kebanyakan perencanaan dosenterjadi di tempat pribadi, seperti di
rumah atau di kantor dosen yang bersangkutan. Selain itu, berdasarkan sifatnya,
perencanaan dan pengambilan keputusan adalah kegiatan mental yang tidak dapat
diobservasi. Hanya hasil dari tindakannyalah yang dapat diobservasi oleh orang
lain. Bila rencana tertulis itu dihasilkan, rencana itu hanya merepresentasikan
satu porsi kecil perencanaan yang sesungguhnya berlangsung di kepala dosen
Sifat pribadi perencanaan menyulitkan bagi dosen-dosen pemula untuk belajar
dari dosen-dosen berpengalaman. Dosen pemula dapat melihat rencana-rencana perkuliahan
(tertulis) atau dapat berbicara dengan dosen-dosenberpengalamantentangproses
peren-canaan dan pengambilan keputusan. Akan tetapi, banyak dosen berpengalaman
tidak dapat mendeskripsikannya dengan kata-kata yang dapat membuat dosen-dosen
baru memahami bagaimana pikiran dituangkan menjadi rencana dan keputusan
tertentu. Hal ini terutama berlaku untuk keputusan perencanaan dari
waktu-kewaktu yang menjadi ciri kehidupan kelas yang mengalir cepat, seperti
yang dideskripsikan dalam studi Housner dan Griffey dan oleh Leinhardt.
Perencanaan dan pengambilan keputusan oleh dosen merupakan salah satu
keterampilan mengajar yangpenelitiannya dapat memberikan banyak bantuan bagi
para dosen pemula untuk belajar tentangv berbagai proses mental; para dosen
ahli yang berpengalaman.
Ranah-Ranah
Perencanaan
Perencanaan dosen adalah sebuah proses yang kompleks.
Perencanaan berinteraksi dengan semua aspek perkuliahan lainnya dan dipengaruhi
oleh banyak faktor. Memahami proses perencanaan dan menguasai hal-hal yang
spesifik dalam perencanaan adalah keterampilan yang penting bagi dosen-dosen
pemula.
Perencanaan dan Siklus Instruksional
Perencanaan dosen adalah sebuah proses multifaset dan
berlangsung terus-menerus, yang mencakup hampir semua hal yang dilakukan dosen.
Ia juga menjadi bagian dari siklus pengajaran secara keseluruhan. Perencanaan
bukan hanya berupa rencana perkuliahan yang diciptakan dosen untuk keesokan
harinya, tetapi juga in-flight adjustment (penyesuaian spontan di tengah
mengajar) yang dibuat selama mereka mengajar maupun perencanaan yang dilakukan
setelah pengajaran, sebagai hasil asesmen. Gambar 3.4 mengilustrasikan aliran
perencanaan secara keseluruhan bila dikaitkan dengan siidus pengajaran.
Gambar 4 Siklus Perencanaan dan Perkuliahan
Perhatikanbahwa dalam Gambar 4 itu beberapa aspek perencanaan
mendahului perkuliahan, yang mendahului asesmen terhadap pembelajaran mahasiswa.
Akan tetapi seluruh proses perencanaan itu sendiri bersifat
siklikal. Informasi dari asesmen
memengaruhi perencanaan dosen berikutnya, pengajaran yang mengikutinya, dan
seterusnya. Lebih jauh, proses mental perencanaan bervariasi dari satu fase
siklus ke fase berikutnya. Sebagai contoh, memilih isi hanya dapat dilakukan setelan analisis yang sama dan
menggali pengetahuanmahasiswa sebelumnya, pemahaman dosen tentang mata
perkuliahan itu, dan sifat perkuliahannya sendiri. Kebanyakan keputusan
pascapengajaran, seperti tipe tes yangakan diberikanatau bagaimana cara memberi
nilai, juga dapat dibuat sebagai hasil pertimbangan. Di lain pihak, yang paling
sering, perencanaan dan pengambilan keputusan selama pengajaran itu sendiri harus
dilakukan secara spontan, dan harus dilakukan pada saat itu juga. Contoh-contoh
keputusan yang dibuat di setiap fase siklus itu dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Tiga
Fase Perencanaan dan Pengambilan Keputusan oleh Dosen
Sebelum Perkuliahan
|
Selama Perkuliahan
|
Setelah Perkuliahan
|
Memilih isi
Memilih pendekatan
Mengalokasikan waktu dan ruang
Menentukan struktur
Menetapkan motivasi
|
Mempresentasikan
Melontarkan pertanyaan
Membantu
Memberikan latihan
Melakukan transisi
Mengelola dan mendisiplinkan
|
Mencetak pemahaman
Memeri umpan-balik
Memberi pujian dan kritik
Menguji
Member nilai
Melaporkan
|
Jangka Waktu Perencanaan
Dosen membuat rencana untuk jangka waktu yang berbeda, yang
berkisar mulai dari rencana untuk menit atau untuk jam berikutnya sampai
rencana untuk minggu depan, bulan depan, atau tahun depan. Jelas, perencanaan
tentang apa yang akan dilakukan besok jauh berbeda dengan perencanaan untuk
setahun ke depan. Akan tetapi, keduanya penting. Selain itu, rencana yang
dilaksanakan di hari tertentu dipengaruhi oleh apa yang terjadi sebelumnya dan
pada gilirannya akan memengaruhi rencana untuk hari-hari atau minggu-minggu berikutnya.
Robert Yinger(1980) melaksanakan sebuah studi menarik dan penting yang
memberikan informasi paling definitif sampai saat ini tentang dimensi waktu
perencanaan dosen. Yinger rnelakukan sebuah studi terperinci terhadap dosen.
Dengan menggunakan metode observasi-partisipatif, ia menghabiskan waktu empat
puluh hari penuh selama kurun waktu lima bulan untuk meng-observasi dan
mencatat berbagai kegiatan dosen. Dari penelitian ini Yinger mampu
mengidentifikasi lima jangka waktu yang menandai perencanaan dosen: perencanaan
harian, perencanaanmingguan, perencanaan unit, perencanaan triwulanan, dan
perencanaan tahunan.
Pokok-PokokPerencanaan
Sampai saat ini mestinya sudah jelas bahwa perencanaan itu
penting dan bahwa dosen harus mempertimbangkan beragam tugas perencanaan. Di
bagian ini, tugas-tugas yang berhubungan dengan perencanaandosen dideskripsikan
secarat terperinci, mulai dengan memilih apa yang akan diajarkan dan penggunaan
apaian pembelajaran dan diikuti oleh penggunaan rencana jangka panjangdan
jangka pendek sertasarana
untuk menyelesaikan tugas perencanaan.
Memilih Isi Kurikulum dan Keterampilan yang
Akan Diajarkan
Kurikulum dikebanyakan kampussaat ini
diorganisasikan di seputar disiplin akademik—sejarah, biologi, matematika, dan
lain-lainyang digunakan oleh para ahli untuk mengorganisasikan informasi
tentang dunia sosial maupun fisik. Meskipun sebagian pereformasi kurikulum
berulang kali mengatakan bahwa ini cara yang kurang tepat untuk
mengorganisasikan content (isi = muatan) untuk mahasiswa, struktur
seperti yang ada saat ini kemungkinan besar belum akan berubah dalam waktu
pendek. Akibatnya, salah satu tugas perencanaan yang masih tetap penting bagi dosen adalah memilih isi yang
paling tepat dari berbagai bidang subjek untuk diajarkan kepada kelompok mahasiswa
tertentu. Hal ini bukan tugas sepele, karena ada begitu banyak topik yang akan
diajarkan dalam waktu yang terbatas, dan pengetahuan baru dihasilkan setiap
hari.
Dosen-dosen pemula sering dibingungkan tentang dari mana asal
isi tersebut dan peran dosen dalam memilihnya; Di kampus-kampus masakini, memutuskan
apa yang akan diajarkan tidaklagi dilakukan secara independen olehdosensendiri.
Keputusan tentang apa yang akan diajarkan dipengaruhi oleh banyak faktor,
sebagian di antaranya dideskripsikan di sini dan dilukiskan dalam Gambar6.
Gambar 6. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Apa yang diajarkan di Kampus.
Peran Standar. Sampai dua dekade yang lalu, istilah
goals (sasaran) dan objectives (tujuan) digunakan untuk
menyebutkan apa yang akan dipelajari mahasiswa. Akan tetapi selamadua dekade
terakhir, istilah standards(standar)
umumnya lebih diterima untuk menyatakan pembelajaran dan hasil yang penting.
Perubahan ini untuk merespons kemunculan pendidikan berbasis-standar; respons
terhadap seperangkat kepercayaan yang sama seperti yang mempengaruhi gerakan
akuntabilitas yang lebih besar yang dideskripsikan di Modul1, yaitu
bahwa prestasi belajar mahasiswa menurun disbandingmasa-masa sebelumnya dan
bahwa situasi hanya akan membaik bila dosen diharuskan (atau didorong) untuk
memberikan pengajaran yang mengarah pada standar yang diharuskan. Kesenjangan
antara prestasi mahasiswa dan keyakinan dosen yang menetapkan ekspektasi rendah
untuk mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari kelompok berpendapatan rendah dan
kelompok minoritas juga mendorong ditetapkannya berbagai macam standar, dengan
harapan hal itu akan membuat dosen menetapkan ekspektasi yang tinggi untuk
semua mahasiswa.
Standar adalah pernyataan tentang apa yang seharusnya
diketahui mahasiswa dan apa yang seharusnya dapat mereka lakukan. Standar
biasanya ditulis di tingkat abstraksi sehingga bukan hanya akan dapat diterima oleh
sejumlah besar stakeholder pendidikan tetapi juga apat dirancang dengan
lebih tepat menjadi istilah-istilah yang dapat diukur. Anda sudah mengenal beberapa
macam standar, misalnya yang digunakan oleh kampus Anda ketika Anda masih
menjadi mahasiswa bila Isaat ini Anda berumur kurang dari 30 tahun), dan prinsip
(yang sebenarnya adalah standar) yang dikembangkanoleh InterstateNewTeacher
Assessment and Support Consortium (INTASC), yang menetapkan apa yang
harusnya diketahui dan dapat dilakukan oleh guru pemula.
Standar berasal dari banyak sumber, tetapi standar yang
dikembangkan oleh masyarakat terpelajar dan oleh kementerian pendidikan telah
menjadi standar yang paling lazim dipakai dan penting.
Standar
Masyarakat Terpelajar. Kurikulum secara tradisional diambil dari berbagai disiplin
akademik yang dianggap sentral bagi pendidikan individu. Disiplin-disiplin inti
itu dari setiap program studi. Isi subjek-subjek ini diberikan secara berurutan
selama masa perkuliahan, dan penyelesaian setiap subjek disyaratkan untuk dapat
lulus. Masing-masing subjek memiliki masyarakat terpelajar (learned
society) atau asosiasi profesional yang memberikan rekomendasi tentang apa
yang seharusnya diajarkan. Kadang-kadang rekomendasitersebut dibuat dalam
bentuk performance standards (standar
kinerja) yang harus dipelajari mahasiswa.
Standar
Kurikulum dan Mastery Test.Selama
dekade yang lalu, kementerian pendidikan bagian memberikan pengaruh yang semakin
besar pada apa yang diajarkan di kampus. Dewasa ini, sebagian besar kampus
memiliki curriculum framework (kerangka-kerja kurikulum) dan standar
yang menetapkan apa yang seharusnya diketahui dan yang seharusnya dapat
dikerjakan oleh mahasiswa ketika mereka melalui tingkat tertentu. Ada kerangka-kerja
kurikulum untuk setiap mata kuliah dan setiap tingkat. Diharapkan para dosen akan memberikan pengalaman
belajar untuk mahasiswa di berbagai tingkat, yang akan memastikan bahwa mahasiswa
dapat memenuhi standar dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan umum.
Kerangka-kerja secara nasional memiliki pengaruh penting pada
apa yang diajarkan di kampus karena mastery test (tes untuk mengukur
penguasaan kuriku-um) biasanya disusun di seputar standar kinerja yang
diidentifikasi dalam kerangka-kerja. Tes-tes ini diadministrasikan pada mahasiswa
secara reguler. Sekor mahasiswa dirangkum oleh kampus secara mandiri. Sekor
pada mastery test sering tidak terpublikasikan, sehingga para orangtua
dan warga masyarakat kurang mengetahui keadaan mahasiswa di kampus dibandingkan
dengan mahasiswa di tempat lain secara nasional. Jadi jelas bahwa situasi ini
mempertinggi pengaruh kerangka-kerja kurikulum nasional.
Mentranslasikan Standar Menjadi Sasaran dan Tujuan.
Standar yang dikembangkan oleh masyarakat terpelajar dan oleh kementerian
pendidikan memberikan arah umum pendidikan di tingkat kampus dan arah bagi
mereka yang merancang mastery test. Akan tetapi, dosen setempat (dan mahasiswa
dalam perencanaan yang berpusat pada mahasiswa) harus merancang masing-masing
standar dan mentranslasikan standar itu ke dalam sasaran dan tujuan tertentu,
atau tugasnya adalah mentranslasikannya dari pernyataan tujuan yang lebih umum
menjadi standar-standar spesifik. Terlepas dari tingkat abstraksi standar dan
tujuan umumnya, hal yang penting untuk diingat oleh para dosen pemula adalah
standar-standar itu disahkan oleh peraturan menteri dan oleh karenanya harus
diikuti. Akan tetapi, juga penting untuk diketahui bahwa standar-standar itu
tidak memberikan begitu banyak arah, misalnya apa yang akan dilakukan dalam perkuliahan
tertentu. Hal ini membutuhkan persiapan rencana perkuliahan dan tujuan
instruksional, tugas-tugas perencanaan utama yang sebelumnya telah dideskripsikan
secara singkat.
Nilai-Nilai Masyarakat dan Kerangka Kualifikasi.
Nilai-nilai dan sudut pandang masyarakat memiliki pengaruh penting pada apa
yang diajarkan di kampus, khususnya di subjek yang berisi topik kontroversial. Pandanganmasyarakat
luar mempengaruhi isi dan standar
yang tampak dalam kerangka kerja yang dikembangkan oleh asosiasi profesional,
dan nilai-nilai masyarakat setempat berdampak padakerangka kerja kurikulum.
Gerakan yang terjadi dibanyak masyarakat untuk membuat kampus "kembali ke fitrahnya"
atau untuk menggunakan "pendekatan fonik" pada perkuliahan literasi
adalah dua contoh bagaimana kepercayaan ditranslasikan menjadi keputusan
kurikulum di tingkat kampus. Tindakan oleh kampus tertentu telah memberikan
efek pada berkurangnya perhatian pada evolusi dalam kurikulum sains negara
bagian tersebut, isu yang kontroversial pada abad yang lalu.
Banyak keputusan tentang isi kurikulum dibuat oleh dosen-dosen
berpengalaman dan spesialis kurikulum di kampus tertentu jauh sebelum mahasiswa
atau dosen yang baru saja memulai kariernya memasuki kelas. Berbagai textbook
diseleksi dan pedoman kurikulum sering kali direncanakan agar paralel dengan
kerangka kerja nasional. Bila ini terjadi, pedoman itu menjadi alat yang
sempurna untuk digunakan oleh dosen pemula. Para ahli yang menyiapkan
bahan-bahan tersebut menghabiskan cukup banyak waktu untuk memutuskan apa yang
seharusnya diajarkan dan bagaimana topik-topik tertentu diurutkan dari waktu
ke waktu—baik selama satu tahun
ajaran maupun selama beberapa tahun ajaran—dan bagaimana nilai-nilai
masyarakat seharusnya dicerminkan dalam kurikulum kampus. Pekerjaan para dosen
pemula terutama adalah memastikan bahwa mereka memahami cakupan dan
urut-urutan isi kurikulum tersebut dan menemukan cara untuk menginterpretasikan
dan mengajarkannya secara efektif untuk kelompok mahasiswa tertentu.
Bagaimanapun juga, sebagian dosen pemula mungkin menghadapi
tugas menyeleksi sendiri isi kurikulum, yang cukup menyita waktu. Sebagai
contoh, textbook di beberapa kampus mungkin tidak lagi merefleksikan
pengetahuan saat ini. Dalam kasus semacam ini, dosen pemula bertanggung jawab
merencanakan cara untuk memasukkan pengetahuan baru ke dalam kurikulum, tindakan
yang pada umumnya mengharuskan untuk membuang sebagian isi yang lain.
Alat untuk Memilih Isi Kurikulum
Ketika dosen pemula menghadapi situasi yang mengharuskan
mereka untuk membuat keputusan tentang isi tanpa menerima banyak bantuan,
mereka perlu mengetahui ide-ide dan alat-alat yang dapat membantu mereka untuk
melakukannya.
Menggunakan konsep Ekonomi dan Kekuatan. Telah
banyak ditemukan bahwa kebanyakan dosen berusaha mengajarkan lebih banyak
informasi dan informasi banyak yang tidak relevan. Mahasiswa terhalangi dalam
mempelajari ide-ide kunci akibat adanya kekacauan verbal. Brunner (1962),
berpuluh-puluh tahun yang lalu, mengatakan bahwa dosen seharusnya berusaha ekonomis
dalam mengajar. Penggunaan yang ekonomisberarti sangat berhati-hati tentang
berapa banyak informasi dan konsep yang disajikan dalam satu mata kuliahatau
satu unitkerja. Prinsip ekonomi mengatakan untuk mengambil sebuah konsep
yang sulit dan membuatnya menjadi sederhana dan mudah bagi mahasiswa, bukan
mengambil sebuah konsep yang mudah dan membuatnya menjadi sulit. Hal ini
berarti membantu mahasiswa menelaah beberapa ide kritis secara mendalam dan bukan
membombardir mereka dengan fakta-fakta yang tidak berkaitan dan hanya
memilikipeluangkecil untuk berdampak pada pembelajaran.
Bruner juga mendeskripsikan bagaimana prinsip kekuatan seharusnya
diterapkan ketika menyeleksi isi kurikulum. Perkuliahan atau unit kerja yang
kuat adalahyang di dalamnya berbagai konsep dasar dari perkuliahan itu
disajikan secara sederhana, tidak rumit, dan logis. Melalui organisasi yang logis, mahasiswa
akan dapat melihat hubungan di antara berbagai fakta dan di antara berbagai
konsep penting dalam sebuah topik.
Memerhatikan Struktur Pengetahuan dan Pertanyaan-Pertanyaan
Esensial. Di setiap bidang ada banyak halyang tidak mungkin habis dipelajari
dalam waktu satu tahun atau bahkan seumur hidup. Dosen harus memilih isi berdasarkan
ide-ide dasar dan struktur pengetahuan untuk bidang tertentu, dengan
memerhatikan pengetahuan dan kemampuan yang sebelumnyasudah dimiliki mahasiswa.
Di semua bidang pengetahuan, konsep dan pemahaman tingkat tinggi dibangun dalam
bentuk seperti piramida yang lebih mudah menjadi alasnya, seperti
diperlihatkan dalam Gambar 7. Perhatikan bagaimana informasi dibagi menjadi
ide-ide yang lebih kompleks dan abstrak dan menjadi konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana dan tidak begitu kompleks.
Perhatikan juga bahwa hubungan yang ada di antara berbagai subset ide dan
pemahaman. Heidi Hayes Jacobs (1997) menawarkan konsep pertanyaan esensial untuk
mengingatkan kita akan pentingnya ide-ide besar yang merefleksikan jantung
kurikulum. Kita akan mendiskusikan struktur pengetahuan pertanyaan esensial
secara lebih terperinci di modul-modul selanjutnya.
Gambar.7
Struktur Pengetahuan Hipotetik
Gambar 8
Menetapkan Prioritas Kurikuler
Sumber: Diadaptasin dari Wiggins dan
McTighe (1998)
Grant Wiggins dan Jay
McTighe (1998) memberikan kerangka kerja yang sederhana, namun, bermanfaat
untuk mengoperasikan prinsip ekonomi, kekuatan, dan struktur, seperti yang
diilustrasikan dalam bentuk cincinbersangkar (nested rings) dalam Gambar
8. Latar belakang ilustrasi itu merepresentasi seluruh bidang kemungkinan isi,
yang jelas tidak mungkin untuk dicakup semuanya. Cincin terbesar merepresentasikan
pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan oleh dosen sebagai hal yang harus
dikenal oleh mahasiswa, sementara cincin yang di tengah adalah pengetahuan
yang sangat penting. Pendidikan mahasiswa tidak akan lengkap bila mereka tidak
menguasai hal-hal yang mendasar ini. Cincin yang ketiga adalah kerangka kerja
yang merepresentasikan pemahaman yang "abadi", ide-ide besar yang
mestinya tidak akan hilang dari ingatan mahasiswa setelah mereka melupakan
sebagian besar detailnya. Wiggins dan McTighe menawarkan empat pertanyaan untuk
ditanyakan oleh dosen ketika mereka memilih apa yang akan diajarkan.
Pertanyaan 1 : Sejauh mana ide, topik,
atau proses merepresentasikan ide besar yang memiliki nilai abadi, bahkan di
luar kelas?
Pertanyaan 2 : Sejauh mana ide, topik,
atau proses itu menetap dalam jantung disiplin ilmu yang bersangkutan?
Pertanyaan 3 : Sejauh mana miskonsepsi mahasiswa
tentang ide, topik, atau proses itu dan menganggapnya sulit untuk dipahami?
Pertanyaan 4 : Sejauh mana ide, topik, atau
proses itu menawarkan potensi untuk dapat memikat mahasiswa?
Pemetaan Kurikulum (Curriculum Mapping). Meskipun
para dosen bekerja bersama-sama di kampus yang sama, mereka sering kali kurang
memiliki pengetahuan yang lengkap tentang segala yang mereka ajarkan. Dosen-dosen
yang berdekatan pun kurang memiliki informasi tentang segala yang mereka
ajarkan. Meskipun kerangka kerja kurikulumnya mungkin menyebutkan tujuan umum
dan standar, tetapi sering kali tidak mengatakan apa pun tentang segala yang
dikerjakan dosen dari hari ke hari.
Jacobs (1997) menawarkan ide tentang "curriculum maps
" (peta kurikulum) sebagai cara bagi dosen di kampus tertentu untuk
memetakan apa yang sedang mereka kerjakan dan membantu memastikan bahwa tidak
ada kesenjangan pada keterampilan-keterampilan yang penting dan tidak terlalu
banyak terjadi tumpang-tindih atau pengulangan.
Curriculummapping
(pemetaan kurikulum) di mulai dengan masing-masing dosen mendeskripsikan proses
dan keterampilan yang ditekankannya, konsep dan topik esensial yang
diajarkannya, dan hasil yangij diharapkannya dari mahasiswa. Setelah itu,
bergantung situasinya, deskripsi-deskripsi ini saling diinformasikan kepada dosen-dosen
di kampus itu, dan peta kurikulum dikonstruksikan untuk memperlihatkan
kurikulum universitas, termasuk kesenjangan yang mungkin ada dan topik-topik
yang tidak perlu diajarkan lebih dari satui kali. Meskipun para dosen pemula
tidak akan diminta memimpin proses ini, dengan memahami bahwa hal itu ada akan
membantu mereka masuk ke dalam pemetaan kurikulum dan mendapatkan pemahaman
yangf lebih jelas tentang apa yang sebenarnya akan terjad di kelas dan
bagaimana hal-hal yang mereka ajarkanl dapat dimasukkan dengan tepat ke
dalamnya.
Tujuan Instruksional atau Capaian
Pembelajaran
Menurut definisinya, mengajar adalah proses mengupayakan
pertumbuhan yang lebih tinggi pada dirimahasiswa. Pembelajaran mahasiswa adalah
"inti" bagi dosen dan bagi kampus. Pertumbuhan yang diinginkan itu mungkin memiliki
jangkauan yang jauh, seperti mengembangkan seluruh kerangka kerja konseptual
baru untuk memikirkan tentang sainatau mendapatkan apresiasi
baru terhadap kesusastraan. Intensi dosen
untuk pembelajaran mahasiswa memilikil sebutan yang beragam. Di masa lalu,
intensi itu disebuti aims, purpose, goals, atau outcomes (Bobbitt,
1918; Rugg, 1926; Taylor, 1949). Saat ini intensi itu sering disebut sebagai content
atau curriculum standards. Dalam pembelajaranistilah instructional objective (tujuan
instruksional) atau sekrang disebut juga sebagai capaian pembelajaran digunakan
untuk mendeskripsikan intensidosen yang terkait dengan pertumbuhan dan perubahanmahasiswa.
Anda akan melihat bahwa tujuan instruksional itu mirip seperti road map (peta perjalanan).
Tujuan
instruksional atau capaian pembelajaran itu membantu dosen dan mahasiswa-mahasiswanya
untuk mengetahui ke mana mereka akan pergi dan kapan mereka akan tiba di
tujuan. Seperti peta yangberagam, sebagian tujuan instruksional itu sederhana,
mudah dibuat dan dibaca. Sebagian lainnya lebih kompleks. Untuk alasan ini, ada
beberapa pendekatan untuk menuntun penulisan tujuan instruksional atau capaian
pembelajaran dan beberapa macam format untuk digunakan. Salah satu isu utamanya
(yang kadang-kadang kontroversial) adalah perbedaan di antara para teoretisi
dan dosen tentang seberapa spesifik atau seberapa umumkah mestinya tujuan
instruksional atau capaian pembelajaran itu.
Format Mager untuk
Tujuan Perilaku. Pada 1962, Robert Mager menulis sebuah buku yang berjudul
Preparing Instructional Objectives yang melahirkan perdebatan tentang
bentuk yang paling diinginkan dari "form of usefully stated
objective" (him. i). Pesan umum dari tulisan Mager adalah argumennya
bahwa agar tujuan instruksional atau capaian pembelajaran benar-benar ada
artinya, tujuan itu harus mengomunikasikan maksud instruksional/ pembelajaran dosen
dan ditetapkan dengan sangat spesifik. Tujuan yang ditulis dalam format Mager kemudian
dikenal sebagai behavioral objectives
(tujuan perilaku) dan membutuhkan tiga bagian:
§ Student behavior (perilaku mahasiswa). Apa yang akan dilakukan mahasiswa
atau jenis perilaku yang akan diterima dosen sebagai bukti bahwa tujuannya
telah dicapai.
§ Testing situation (situasi pengujian). Kondisi di mana perilaku
akan diobservasi atau diharapkan akan terjadi.
§ Performance
criteria (kriteria kinerja). Standar atau tingkat kinerja yang ditetapkan
sebagai standar atau tingkat kinerja yang dapat diterima.
Cara sederhana untuk
menghafal ketiga bagian tujuan perilaku itu adalah dengan memikirkannya sebagai
pendekatan STP: student behavior (S), testing situation (T), dan performance
criteria (P). Tabel 2 mengilustrasikan bagaimana pendekatan tiga-bagian
Mager bekerja dan contohnya masing-masing.
Tabel 2
Contoh Tujuan Perilaku yang Menggunakan
Format Mager
Bagian-bagian
|
Contoh
|
Student
behavior (perilaku mahasiswa)
Testing
situation (situasi pengujian)
Performance
criteria (criteria kinerja)
Student
behavior (perilaku mahasiswa)
Testing
situation (situasi pengujian)
Performance
criteria (criteria kinerja)
|
Mengidentifikasi kata benda
Diberi daftar kata benda dan kata kerja
Menandai 85 persen kata
benda dengan benar
Menyebutkan lima penyebabekonomi jatuh
Tes esai tanpa menggunakan catatan
Empat di antaraa lima alasan
|
Bila dosen menulis tujuan perilaku dengan menggunakan format
Mager, rekomendasinya adalah menggunakan kata-kata yang tepat dan tidak terbuka
untuk banyak interpretasi.
Contoh kata-kata yang tepat itu, termasuk menuliskan, membuat daftar,
mengidentifikasi, membandingkan. Contoh kata-kata yang kurang tepat adalah mengetahui
(know), memahami (understand), menghargai (appreciate). Juga ada
beberapa rekomendasi tentang bagaimana cara mengaitkan ketiga bagian tujuan
instruksional ini dengan menggunakan langkah-langkah berikut: Memulai dengan
memerhatikan situasi pengujiannya; mengikuti langkah ini dengan menetapkan
perilaku mahasiswa; setelah itu menuliskan kriteria kinerjanya. Tabel 3
mengilustrasikan tujuan perilaku yang ditulis dalam format ini.
Pendekatan perilaku Mager telah diterima luas di antara para dosen
dan pihak-pihak lainnya dalam komunitas masyarakat pendidikan selama tiga
dekade terakhir. Tujuan perilaku yang ditulis dengan baik memberikan pernyataan
yang sangat jelas kepada mahasiswa tentang apa yang diharapkan dari mereka,
dan mereka membantu dosen ketika tiba waktunya untuk mengukur kemajuan mahasiswa
Akan tetapi, bukan berarti bahwa pendekatan Mager ini bebas kritik.
Tabel 3 Contoh Tujuan Perilaku yang Menggunakan
Format Mager
Testing Situation
|
Student Behavior
|
Performance Criteria
|
Diberi peta
…..
Tanpa
catatan ……
Dengan teks
……………
|
Mahasiswa
akan mampu:
mengidentifikasi
menyelesaikan
membandingkan
membedakan
menceritakan
|
Paling
tidak 85 persen
Empat dari
lima alasan
Benar sampai
persentase terdekat
|
Para pengkritik mengatakan bahwa
format Mager melahirkan reduksionisme dan, bila digunakan secara eksklusif,
mengakibatkan pengabaian terhadap banyak tujuan pendidikan yang sangat penting. Memberikan penekanan pada
prestasi dan perilaku mahasiswa yang dapat diobservasi memaksa dosen untuk
membuat tujuannya sespesifik mungkin. Untuk memenuhi kespesifikan ini mereka
harus memecah tujuan pendidikan yang lebih besar dan lebih global menjadi
potongan-potongan yang sangat kecil. Jumlah tujuan untuk hampir semua subjek
atau topik dapat mencapai ribuan, dan ini nyaris tak tertangani oleh dosen. Dosen
juga berisko hanya memerhatikan tujuan-tujuan spesifik, yang sebenarnya kurang
penting, dan pada saat yang sama mengabaikan totalitas, yang lebih penting
dibanding semua baginya.
Para pengkritik juga
mengatakan, dan ini benar adanya, bahwa banyak proses kognitif yang lebih
kompleks tidak dapat diobservasi dengan mudah.
Sebagai contoh, mudah untuk mengobservasi seorang mahasiswa yang
menambahkan dua kolom angka-angka dan menenukan apakah jawabannya benar. Akan
tetapi, tidak mudah untuk mengobservasi proses berpikir atau proses
penyelesaian soal matematika yang menghasilkan jawaban itu. Juga, cukup mudah
untuk mengobservasi mahasiswa yang mengingat tokoh-tokoh utama di dalam sebuah
novel karya Tolstroy. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengoserbasi dan mengkur
apresiasi mereka terhadap sastra Rusia atau terhadap novel sebagai sebuah
bentuk ekspresi kreatif. Para pengkritik khawatir bahwa penekanan pada tujuan
perilaku dapat mengakibatkan pengabaian terhadap aspek-aspek pendidikan yang
lebih penting hanya karena hal itu tidak mudah untuk diobservasi dan diukur.
Pendekatan yang Lebih Umum. Beberapa
teoretisi kurikulum, maupun spesialis pengukuran, telah mengembangkan berbagai
pendekatan alternatif untuk tujuan perilaku. Gronlund (1999, 2004), misalnya,
mengilustrasikan bagaimana tujuan pertama-tama dapat ditulis dalam istilah yang
lebih umum; hal-hal spesifik yang sesuai nanti akan ditambahkan untuk
klarifikasi. Gronlund, berbeda dengan kaum behavioris yang keras, tidak
berkeberatan untuk menggunakan kata-kata, seperti menghargai
(appreciate), memahami (understand), nilai (value), atau senang (enjoy) dalam
pendekatannya. Ia percaya bahwa meskipun kata-kata tersebut terbuka untuk
beragam interpretasi, bagaimanapun mereka mengomunikasikan maksud pendidikan
banyak dosen dengan lebih jelas. Tabel 4 mengilustrasikan bagaimana tujuan itu ditetapkan
dengan menggunakan format Gronlund.
Perhatikan
bahwa tujuan awalnya tidak terlalu spesifik dan mungkin juga tidak terlalu berarti atau
membantu menuntun penyiapan perkuliahan atau mengukur perubahan mahasiswa. Akan
tetapi, tujuan itu mengomunikasikan maksud umum yang ingin dicapai oleh dosen.
Sub-subtujuan membantu mengklarifikasikan apa yang seharusnya diajarkan dan apa
yang diharapkan untuk dipelajari oleh mahasiswa. Sub-subtujuan ini memberikan
pressisi lebih, meskipun tidak setepat tujuan objektif tiga-bagian model Mager.
Tabel
4 Pendekatan yang Lebih Umum
untuk Menulis Tujuan
Format Contoh
Tujuan
umum Memahami dan menghargai
keanekaragaman orang-orang yang menjadi bagian masyarakat
Subtujuan
1 Dapat mendefinisikan
keanekaragaman dengan kata-kata orang lain maupun dengan kata-katanya sendiri.
Subtujuan
2 Dapat memberikan
contoh-contoh bagaimana orang-orang atau kelompok-kelompok yang beragam telah
memperkaya kehidupan kurtural
di Indonesia.
Subtujuan
3 Dapat menganalisis dalam
bentuk tulisan bagaimana menghargai keanekaragaman adalah tujuan yang rapuh dan
sulit dicapai.
Pendekatan ketiga untuk menulis tujuan
dikembangkan oleh para pakar yang baru-baru ini merevisi taksonomi Blomm, Taxonomy of Educational Objectives, yang
akan menjadi topik bagian berikutnya (Anderson et al., 2001), yang mengatakan
bahwa tujuan yang menggunakan kerangka kerja yang lebih tradisional hanya
difokuskan pada isi dan keterampilan dan mengabaikan dimensi kognitif—dimensi "cara berpikir mahasiswa"
dalam pembelajaran. Mereka mengidentifikasi sebuah format standar untuk
menyatakan tujuan yang hanya membutuhkan sepatah kata kerja dan sepatah kata
benda. Kata kerja pada umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang dimaksud
dan kata benda mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan akan diperoleh mahasiswa.
Berikut adalah beberapa
contoh tujuan yang menggunakan kerangka kerja taksonomi:
§ Mahasiswa akan belajar membedakan (kata
kerja untuk proses kognitif) antara sistem pemerintahan federal dan kesatuan
(kata benda untuk pengetahuan).
§ Mahasiswa
akan belajar mengklasifikasikan (kata kerja untuk proses kognitif)
berbagai tipe tujuan (kata benda untuk pengetahuan).
§ Mahasiswa akan mampu menganalisis (kata
kerja untuk proses kognitif) berbagai tipe data sosial (kata benda untuk
pengetahuan).
Pendekatan ini akan menjadi lebih jelas bagi Anda setelah
membaca bagian taksonomi Bloom.
Pendekatan Mana yang Akan Digunakan? Bentuk
dan penggunaan tujuan instruksional atau capaian pembelajaran. Seperti halnya
aspek-aspek pengajaran lainnya, kemungkinan besar juga masih akan menjadi bahan
kontroversi dan penyelidikan dalam waktu yang lama. Pendekatan yang digunakan
oleh dosen akan sedikit dipengaruhi oleh kebijakan tingkat kampus, tetapi di
kebanyakan kasus, ada cukup ruang gerak bagi preferensi dan
keputusanindividual. Penting untuk diingat bahwa maksud di balik tujuan
instruksional adalah untuk mengomunikasikan maksud dosen dengan jelas kepada mahasiswa
dan untuk membantu dosen dalam mengases pertumbuhan mahasiswa. Common
sense, maupun penelitian yang dirangkum sebelumnya, menyarankan untuk
mengadopsi pijakan yang terletak di antara tujuan yang ditetapkan dengan
tingkat abstraksi yang begitu tinggi hingga tidak memiliki arti di satu sisi
dan ketaatan pada pendekatan behavioral di sisi yang lain. Pendekatan Gronlund
untuk pertama-tama penulisan tujuan yang lebih global dan kemudian semakin
spesifik bila subjeknya memungkinkan, barang kali hal ini adalah saran terbaik
untuk saat ini. Serupa dengan itu, setelah membaca bagian berikut ini Anda akan
melihat pentingnya tidak hanya mengidentifikasi isi yang akan dipelajari,
tetapi juga proses yang berhubungan dengan pembelajarannya.
Taksonomi untuk Memilih Tujuan
Instruksional
Taksonomi adalah alat yang mengklasifikasikan
dan menunjukkan hubungan di
antara berbagai hal. Anda sudah tahu tentang beragam taksonomi, contohnya
adalah mereka yang mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam sains dan
mereka yang mengklasifikasikan kelompok-kelompok makanan, warna, dan tabel periodik
unsur. Salah satu taksonomi yang merupakan alat yang sangat berguna untuk
mengambil keputusan tentang tujuan instruksional dan untuk mengases hasil
belajar adalah taxonomy for educational objectives (taksonomi untuk
tujuan pendidikan) Bloom. Taksonomi ini awalnya dikembangkan oleh Bloom dan
rekan-rekan sejawatnya pada 1950-an (Bloom, 1956). Baru-baru ini, taksonomi ini
telah direvisi oleh sekelompok mahasiswa Bloom (Anderson et al., 2001) dan beri
nama baru taxonomy for learning, teaching, and assessing (taksonomi
untuk belajar, mengajar, dan menilai). Seperti disiratkan oleh namanya, taksonomi
yang telah direvisi ini memberikan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan
tujuan belajar dan cara untuk mengasesnya.
Tabel 5 Tabel Taksonomi
Dimensi Pengetahuan
|
Dimensi Proses Kognitif
|
|||||
1
Mengingat
|
2
Memahami
|
3
Menerapkan
|
4
Menganalisis
|
5
Mengevaluasi
|
6
Menciptakan
|
|
A. Pengetahuan
Faktual
|
|
|
|
|
|
|
B.
Pengetahuan Konseptual
|
|
|
|
|
|
|
C.
Pengetahuan Prosedural
|
|
|
|
|
|
|
D.
Pengetahuan Metakognitif
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
: Adrerson et al. (2001), hlm.28
Taksonomi Bloom yang telah direvisi itu bersifat duadimensi.
Salah satu dimensinya, dimensi pengetahuan,mendeskripsikan berbagai tipe
pengetahuan dan mengorganisasikan pengetahuan menjadi pengetahuan metakognitif.
Kategori-kategori tersebut terletak di sepanjang kontinum yang bergerak mulai
dari pengetahuan yang sangat konkret (factual) sampai yang lebih abstrak
(metakognitif). Dimensi kedua, dimensi
proses kognitif (cara berpikir) berisi enam kategori: remember (mengingat), understand
(memahami), apply (menerapkan), analyze (mengaanaalisis), evaluate (mengevaluasi), dan create (menciptakan). Seperti halnya
dimensi pengetahuan, dimensi proses kognitif juga diasumsikan terletak di
sepanjang kontinum kompleksitas kognitif. Sebagai contoh, memahami sesuau lebih
kompleks dibanding semata-mata meningatnya saja; menerapkan dan menganalisis
suatu ide lebih kompleks dari sekadar memahami ide itu. Tabel 5 menunjukkan
kedua dimensi taksonomi itu dan hubungan antara dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif.
Kategori-Kategori Dimensi Pengetahuan. Taksonomi
yang telah direvisi itu membagi pengetahuan menjadi empat kategori: Pengetahuan
faktual termasuk elemen-elemen dasar yang perlu diketahui mahasiswa yang
akan dipelajari dengan sebuah topik. Pengetahuan konseptual adalah
pengetahuan tentang saling keterkaitan diantara elemen-elemen dasar.
Tabel 6Tipe-Tipe Utama Pengetahuan daiam Dimensi Pengetahuan
Beberapa Tipe dan Sub-Tipe Utama Contoh
A. Pengetahuan Faktual—elemen-elemen dasar yang hams diketahui mahasiswa, yang
dipelajari dengan sebuah disiplin atau denganmenyetesaikan
masalah yang ada di dalamnya.
AA. Pengetahuan tentang terminologi
|
Perbendaharaan kata teknis, simbol-simbol musik.
|
AB. Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang
spesifik
|
Sumber-sumber alam utama, sumber-sumber informasi yang dapat
dipercaya.
|
B.
Pengetahuan Konseptual— Saling keterkaitan di antara elemen-elemen dasar dalam struktur
yang lebih besar yang memungkinkanmereka untuk berhingsi
bersama-sama.
BA. Pengetahuan
tentang klasiflkasi dan kategori
|
Periode-periode
waktu geologis, bentuk-bentuk kepemilikan usaha/bisnis.
|
BB. Pengetahuan
tentang prinsip dan generafisasi
|
Dalil Pythagoras,
hukum supply and demand (penawaran dan permintaan),
|
BC. Pengetahuan
tentang teori, model, dan struktur
|
Teorievolusi,
struktur Kongres
|
C.
Pengetahuan Prosedural-—Bagaimana cara melakukan sesuatu, metode penyelidikan, dan
kriteria untuk menggunakan berbaga)keterampitan, algoritma,
teknik, dan metode.
CA. Pengetahuan tentang berbagai keterampilan spesifik-subjek dan
aigoritma
|
Berbagai
keterampilan yang digunakan dalam menggambar dengan cat air, aigoritma
pembagian bilangan bulat.
kepemilikan
usaha/bisnis.
|
CB. Pengetahuan
tentang bertjagai teknik dan metode Spesifik-subjek
|
Teknik-teknik
wawancara, metode ilmiah.
|
CC. Pengetahuan
tentang krtteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur yang tepat
|
Kriteria yang
digunakan untuk menentukan kapan menerapkan prosedur yang melibatkan hukum
Kedua Newton, kriteria yang digunakan untuk menilai fisibilitas penggunaan
metode tertentu untuk mengestimasikan biaya usaha.
|
D.
Pengetahuan Metakognitif—Pengetahuan tentang kognisi secara umum maupun kesadaran dan
pengetahuan tenteng kognisinyasendiri. :
DA. Pengetahuan
strategis
|
Pengetahuan
tentang membuat ikhtisar sebagai cara menangkap struktur sebuah unit subjek
dalam sebuah textbook, pengetahuan tentang penggunaan
|
DB. Pengetahuan
tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan
kondisional yang tepat
|
Pengetahuan tentang tipe-tipe tes yang diadministrasikan dosen-dosen
tertentu, pengetahuan tentang tuntutan kognitif berbagai tugas.
|
DC. Pengetahuan
tentang diri-sendiri
|
Pengetahuan bahwa
mengkritik esai adalah kekuatan personal, sedangkan menulis esai adalah
kelemahan personal; kesadaran tentang tingkat pengetahuannya sendiri.
|
Pengetahuan prosedural adalah mengetahui cara mengerjakan
"sesuatu". Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang
kognisi mahasiswa sendiri dan pengetahuan tentang kapanmenggunakan pengetahuan
konseptual atau prosedural tertentu. Tabel 7 menjelaskan keempat tipe utama pengetahuan
dan contohnya masing-masing.
Tabel 7Dimensi Proses Kognitif dan
Proses Kognitif yang Terkait
Kategori Proses Proses
Kognitif dan Contoh
1. Remember (mengingat)—Mengambtl pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka panjang
1.1 Recognizing (mengenali) (misalnya,mengenalitanggalperistiwa-peristiwa
penting dalam sejarah AS)
1.2 Recalling
(mengingat kembali) (misalnya, mengingat kembali tanggal
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah AS
2. Understand (memahami)—Mengonstruksikan makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk
komunikasi lisan,tulisan, dan grafts
2.1 Interpreting (menginterpretasikan) (misalnya, menafsirkan pidato dan
dokumen penting)
2.2 Exemplifying (member! contoh) (misalnya, memberikan contoh berbagai gaya lukisan
artistik)
2.3 Classifying (mengklasifikasikan) (misalnya, mengklasifikasikan kasus-kasus gangguan
mental)
2.4 Summarizing (merangkum) (misalnya,
menulis ringkasan pendek dari rekaman peristiwa tertentu)
2.5
Inferring (menyimpulkan) (misalnya,
dalam mempelajari bahasa asing, menyimpulkan prinsip gramatikal dari
contoh-contoh)
2.6 Comparing (membandingkan) (misalnya, membandingkan peristiwa bersejarah dengan
situasi sekarang)
2.7 Explaining (menjelaskan) (misalnya,
menjelaskan penyemodul peristiwa penting abad kedelapan belas di Perancis)
3. Apply (menerapkan)—Melaksanakan atau menggunakan prosedur
dalam situasi tertentu
3.1 Executing
(melaksanakan) (misalnya,
membagi sefauah bilangan bulat dengan bilangan bulat lain, keduanya dengan
banyak digit)
3.2 Implementing (menglmplementasikan) (misalnya, menentukan dalam situasi mana
hukum Newton yang kedua dapat diterapkan)
4. Analyze (menganalisis)—Memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan
hubungan antarasatu baglan dengan bagian lain dan
dengan struktur atau maksud keseluruhan
4.1 Differentiating
(mendiferensiasikan) (misalnya,
membedakan antara bilangan yang relevan dan tidak relevan dalam soal kalimat
matematika)
4.2 Organizing (mengorganisasikan) (misalnya, bukti struktur dalam
deskripsi historis menjadi bukti-bukti yang mendukung dan yang bertentangan
dengan penjelasan historis tertentu)
4.3 Attributing (mengatribusikan) (misalnya, menentukan sudut pandang penulis sebuah
esai dalam kaitannya dengan perepekfifpolitisnya
5.
Evaluate (mengevafuasi)—Membuat judgment berdasarkari Criteria atau standar
5.1 Checking (mengecek) (misalnya,
menentukan apakah kesimpulan seorang ilmuwan sesuai dengan data yang
terobservasi)
5.2 Critiquing (mengkritik) (misalnya,
memutuskan mana di antara dua metode yang merupakan cara terbaik untuk
menyelesaikan masatah tertentu)
Kategori-Kategori
Dimensi Proses Kognitif. Dimensi kognitif memberikan skema
klasifikasi untuk berbagai proses kognitif yang mungkin termasuk dalam sebuah
tujuan instruksional. Proses-proses ini terletak di sepanjang kontinum yang
bergerak mulai dari yang agak sederhana (mengingat) ke yang lebih kompleks
(menriptakan). Seperti ditunjukkan dalam Tabel 5, mengingat, menurut para kreator taksonomi, berarti mengambil
informasi yang relevan dari ingatan jangka panjang, sementara memahami berarti mengonstruksikan makna
dari berbagai pesan instruksional. Menerapkan
berarti melaksanakan atau menggunakan suatu prosedur; menganalisis berarti
menguraikan materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan bagaimana
hubungan bagian yang satu dengan bagian yang lain. Mengevaluasi dan menciptakan,
dua kategori yang terletak dalam ujung kontinum yang lebih kompleks, berarti
membuatjudgmentberdasarkan kriteria
dan menyatukan berbagai elemen untuk membentuk sebuah pola atau struktur baru.
Perhatikan juga dalam Tabel 5 bahwa masing-masing kategori proses dikaitkan dengan
dua proses kognitif atau lebih. "Mengingat", misalnya, termasuk
proses kognitif mengenali dan mengingat kembali. "Mengevaluasi"
termasuk proses kognitif dieddng (memeriksa), dan critiquing (mengkritik).
Taksonomi Bloom yang telah direvisi membantu kita untuk
memahami dan mengklasifikasikan berbagai tujuan dan cara mengasesnya. Gambar 9
menunjukkan bagaimana tujuan tertentu
dapat diklasifikasikan. Ingat bahwa tujuan "mahasiswa akan belajar untuk
mene-rapkan pendekatan konservasi reduce-reuse-recyde (mengurangi-memakai
lagi - mendaur ulang)" diklasifikasikan
sebagai pengetahuan prosedural
(bagaimana cara melakukan sesuatu) dan membutuhkan proses kognitif menerapkan
(melaksanakan atau menggunakan sebuah prosedur).
Kemampuan
untuk mengklasifikasikan tujuan dengan alat ini memungkinkan dosen untuk
mempertimbangkan tujuan mereka dari berbagai macam kemungkinan dan memberikan
cara untuk mengingat "hubungan integral antara pengetahuan dan proses
kognitif yang melekat di semua tujuan" (Ariderson et al., 2001, him. 35).
Selain itu, kategorisasi tujuan membantu menunjukkan konSistensi atau
inkonsistensi di antara beragam tujuan untuk unit perkuliahan tertentu dan,
seperti yang akan dideskripsikan nanti, membantu dosen untuk menangani asesmen
tujuan-tujuan instruksionalnya secara lebih efektif.
Dosen menghabiskan sebagian besar waktunya pada tujuan-tujuan
yang berkaitan dengan ranah kognitif itu. Akan tetapi, pen ting untuk diingat
bahwa tujuan-tujuan pendidikan lainnya dapat dimasukkan ke dalam ranah afektif
dan ranah psikomotor.
Ranah Afektif. Taksonomi orisinal Bloom membagi tujuan dalam
affective domain (ranah afektif) menjadi limajkategori. Masing-masing kategori
menyebutkan derajat komitmen atau intensitas emosional yang dibutuhkan dari mahasiswa:
Receiving
(menerima)— Mahasiswa menyadari atau memerhatikan sesuatu di lingkungan.
Responding
(merespons)— Mahasiswa memperlihatkan perilaku baru tertentu sebagai hasil
pengalaman dan respons terhadap pengalaman.
Valuing
(menghargai)— Mahasiswa memperlihatkan keterlibatan mutlak atau komitmen
terhadap pengalaman tertentu.
Organization (organisasi)— Mahasiswa
telah mengintegrasikan sebuah nilai baru ke dalam nilai-nilai umumnya dan
memberinya tempat yang layak dalam sistem prioritas.
Characterization by value (karakterisasi
menurut nilai)—
Mahasiswa bertindak
secara konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen yang kuat terhadap
pengalaman itu.
Gambar 9 Mengklasifikasikan Sebuah Tujuan dalam Tabel
Taksonomi
Ranah
Psikomotor. Kita biasanya mengaitkan kegiatan psikomotorik paling dekat
dengan pendidikan jasmani dan atletik, meskipun pada kenyataannya banyak subjek
lain yang membutuhkan gerakan fisik tertentu. Jelas, menulis dengan tangan dan
worJrnut essitig berhubungan erat dengan semua subjek. Pekerjaan di
laboratorium untuk mahasiswa sains dan teknik membutuhkan penggunaan rumit
berbagai peralatan yang kompleks. Koordinasi mata dibutuhkan untuk melihat
semua bentuk karya seni rupa; koordinasi tangan dibutuhkan untuk menghasilkan
karya seni tersebutPindah dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain, menggunakan
peralatan audiovisual, dan mengomunikasikan berbagai maksud dengan gerakan
wajah dan tangan adalah contoh contoh keterampilan dosen di ranah psikomotorik.
Berikut ini adalah rentang kategori mulai dari reaksi refleks sederhana sampai
tindakan kompleks yang mengomunikasikan berbagai ide dan ernosi kepada orang
lain:
Gerakan
refleks— Tindakan mahasiswa dapat terjadi di luar kehendak sebagai respons
terhadap stimulus tertentu.
Gerakan
fundamental dasar—Mahasiswa memiliki pola
gerakan bawaan yang terbentuk dari kombinasi berbagai gerakan refleks.
Kemampuan
perseptual— Mahasiswa dapat
mentranslasikan stimuli yang diterima melalui indra menjadi gerakan yang tepat
seperti yang diinginkan.
Gerakan
yang terampil— Mahasiswa telah
mengembangkan gerakan-gerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan derajat
efisiensi tertentu.
Komunikasinondiskursif— Mahasiswamemiliki kemampuan untuk berkomunikasi melalui
gerakan tubuh.
Taksonomi-taksonomi orisinal untuk tujuan
afektif dan psikomotorik belum pernah direvisi.
Taksonomi orisinal Bloom juga tidak terlepas dari kritik.
Sebagian orang keliru menginterpretasikannya dengan mengatakan bahwa ripe
pengetahuan tertentu yang tidak begitu kompleks tidak sepenting tipe pengetahuan
yang lebih kompleks. Hal ini bukan yang dimaksudkan oleh Bloom. Sebagian
lainnya menantang pendosentan hierarkis tujuan-tujuan instruksional itu.
Kemungkinan besar kritik yang sama akan terjadi pada taksonomi yang telah
direvisi, terutama terkait dengan kontinum kompleksitasnya yang baru. Terakhir,
para pengkritik mengatakan, dan memang benar demikianlah adanya, bahwa
taksonomi dan pengurutan kategori-kategori itu tidak selalu cocok dengan semua
bidang pengetahuan.
Terlepas dari kritik dan kelemahan yang diidentifikasi dalam
taksonomi orisinalnya, taksonomi itu masih tetap populer di antara para dosen.
Kemungkinan besar versi yang direvisi dari taksonomi itu akan menemukan audiens
pendidik yang sama reseptifnya karena memberikan cara yang berharga untuk
memikirkan tentang maksud dan asesmen instruksional dan, oleh sebab itu,
dipandang sebagai alat perencanaan yang berharga. Taksonomi itu memberikan reminder yang baik bahwa kita
menginginkan mahasiswa untuk mempelajari beragam pengetahuan dan keterampilan
dan mampu berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang efektif-praktis maupun
kompleks.
Lesson Plans (Rencana Perkuliahan) dan
Unit Plans (Rencana Unit)
Tujuan instruksional digunakan bersama lesson plans (rencana perkuliahan)
dan, seperti Anda lihat dalam penelitian Yinger, dosen mengonstruksikan rencana
jangka pendek maupun jangka panjang.
Perencanaan Harian. Rencana harian dosen
atau pertatap muka adalah rencana yangmenerimapalingbanyakperhatian. Di
beberapa kampus, rencana semacam itu diwajibkan, Dikampus-kampus lain,format rencana harian itu bahkan
dipreskripsikan. Biasanya, rencana harian mengikhtisarkan apa isi yang akan
diajarkan, teknik motivasional yang akan digunakan, langkah-langkah dan
kegiatan khusus untuk mahasiswa, bahan-bahan yang dibutuhkan, dan proses
evaluasi. Banyaknya detail dapat bervariasi. Selama mengajari mahasiswa, cooperating
teacher dapat mengharuskan seorang dosen pemula untuk menulis rencana
harian/pertemuan yang sangat terperinci, meskipun rencana hariannya sendiri
mungkin lebih singkat.
Kebanyakan dosen pemula dapat memahami logika diwajibkannya
rencana harian yang agak terperinci. Pikirkan bahwa rencana perkuliahan harian
itu mirip dengan teks pidato yang akan disampaikan kepada sebuahaudiens yang
besar. Pembicara yang akan memberikan berikan
pidato untuk pertama kalinya perlu mengikuti serangkaian catatan terperinci
atau mungkin bahkan membaca teks pidatonya kata-demi-kata. Setelah
berpengalaman, atau setelah pidatonya secara sedikit demi sedikit tertanam di
ingatan dari presentasi yang berulang-ulang, mereka akan semakin merasa kurang
membutuhkan catatan dan dapat melakukannya tanpa banyak persiapan. Atau
pikirkan bahwa penggunaan rencana itu mirip dengan penggunaan peta. Ketika
pergi ke suatu tempat untuk pertama kalinya orang perlu mengikuti peta dengan
cermat dan terus-menerus. Setelah beberapa kali melakukan perjalanan ke tempat
yang sama, peta itu tidak dibutuhkan lagi.
Rencana harian dapat memiliki banyak bentuk. Fitur-fitur perkuliahan
tertentu sering menentukan format rencana perkuliahannya. Sebagai contoh,
masing-masing model pengajaran yang dideskripsikan membutuhkan format yang agak
berbeda, seperti yang Anda lihai nanti. Akan tetapi, seorang dosen pemula akan
menemukan bahwa beberapa kampus lebih menyukai format yang diwajibkan pada
semua dosen. Biasanya, format itu berisi sebagian besar, atau bahkan semua,
fitur yang termasuk dalam rencana perkuliahan yang dicontohkan dalam Gambar 10.
Lihat bahwa format urutan kegiatan belajar untuk perkuliahan
itu, yang dimulai dengan cara memulai dan mengakhiri dengan tipe penutupan dan
pemberian tugas tertentu kepada mahasiswa. Format perkuliahan itu juga menjadi
cara untuk mengevaluasi pembelajaran mahasiswa maupun perkuliahan itu sendiri.
Topik
Perkuliahan: .................................................................................
Gambar 10 Contoh Rencana Pembelajaran
Perencanaan
Mingguan dan Perencanaan Unit. Kebanyakan kampus dan
dosen mengorganisasikan perkuliahan di seputar minggu dan unit. Satu unit pada
dasarnya adalah sepenggal
isi dan keterampilan terkait yang dipersepsi pas satu
sama lain secara logis. Biasanya, dibutuhkan lebih dari satu perkuliahan
untuk menyelesaikan satu unit perkuliahan. Isi unit perkuliahan mungkin berasal
dari modul-modul dalam buku atau dari pasal-pasal utama pedoman kurikulum.
Contoh unit itu termasuk topik-topik seperti kalimat, Perang Sipil. Pembagian,
termodinamika, membuat catatan, jantung, Jepang, dan cerita-cerita pendek
Hemingway.
Unit
planning (perencanaan unit) dalam banyak hal lebih kritis dibanding
perencanaan harian. Perencanaan unit berkaitan dengan tujuan, isi, dan
kegiatan yang ada di benak dosen. Rencana itu menentukan seluruh aliran
serangkaian perkuliahan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau bahkan
beberapa bulan. Rencana itu sering kali mencerminkan pemahaman dosen tentang
isi maupun proses pengajaran.
Kebanyakan
orang dapat menghafalkan berbagai macam rencana yang berlaku selama satu jam, tetapi mereka tidak
mungkin mengingat semua logistik dan urut-urutan kegiatan untuk rencana yang
berlaku beberapa hari atau beberapa minggu. Unluk alasan inilah perencanaan
unit pada umumnya ditulis oleh dosen dengan jumlah detail yang cukup. Ketika perencanaan
unit itu dipindahkan dalam tulisan, rencana itu nanti juga berfungsi sebagai reminder
bahwa beberapa perkuliahan membutuhkan bahan pendukung, peralatan, alat
motivasi, atau alat evaluasi yang biasanya tidak dapat diperoleh seketika. Bila
dosen-dosen bekerja dalam tim, perencanaan unit dan pembagian tanggung jawab
untuk berbagai kegiatan unit adalah yang terpenting. Isi yang biasanya
terkandung dalam sebuah unit pengajaran dapat ditemukan dalam contoh perencanaan
unit yang diilustrasikan dalam Gambar 11.
Perencanaan
unit juga dapat disebarluaskan kepada mahasiswa karena merupakan peta yang
menjelaskan ke mana dosen atau perkuliahan tertentu akan menuju. Melalui
pengomunikasian tujuan unit dan berbagai kegiatan, mahasiswa dapat mengetahui
apa yang diharapkan untuk mereka pelajari. Pengetahuan tentang perencanaan unit
dapat membantu mahasiswa-mahasiswa yang lebih tua untuk mengalokasikan waktu
belajar dan memantau kemajuannya sendiri.
Dari waktu ke waktu dosen-dosen
berpengalaman mengembangkan berbagai perencanaan unit dan bahan-bahan pendukung
yang dapat dipakai berulang-ulang, Tetapi, kebanyakan dosen pemula harus
bersandar pada textbook dan pedoman kurikulum. Tidak ada yang salah
dengan cara ini, dan dosen pemula mestinya tidak merasa bersalah karenanya.
Kebanyakan pedoman kurikulum dikembangkan oleh dosen-dosen berpengalaman, dan
meskipun pendekatan mereka terhadap berbagai subjek tidak dapat diharapkan
benar-benar pas dengan preferensi dosen tertentu, bagaimanapun mereka
memberikan desain umum yang sangat membantu sebagai pedoman. Kerangka kerja
kurikulum yang dikembangkan oleh sebagian besar departemen pendidikan tingkat
negara bagian juga memberikan bantuan yang berharga untuk membuat perencanaan
unit.
Gambar
11Contoh Perencanaan Unit
Tetapi,
ada beberapa peringatan yang perlu disebutkan di sini. Pertama, sebagian
dosen pemula, terlalu menyandarkan diri pada textbooks atau kuliahnya
dan perencanaan unit yang dibuat oleh dosen pengajarnya di perdosenan tinggi.
Rencana dan bahan-bahan itu tidak selamanya tepat untuk pelajar yang lebih
muda, yang belum siap menerima isi tingkat tinggi seperti yang ditemukan dalam
materi kuliah. Kedua, ada sebagian dosen yang, setelah mendapatkan
pengalaman selama beberapa tahun, masih menyandarkan diri pada textbookuntuk
merencanakan dan mendosentkan pengajarannya. Mengajar dan belajar adalah proses
evolusioner dan kreatif yang mestinya disesuaikan dengan kelompok mahasiswa
tertentu pada titik waktu tertentu. Dengan begitu perkuliahan tidak akan terasa
membosankan dan memberikan rangsangan intelektual kepada mahasiswa.
Rencana
Semester/Tahunan. Rencana semester/tahunan juga sangat penting. Akan tetapi,
karena ketidakpastian dan kompleksitas di kebanyakan kampus, tidak dapat
dilakukan dengan presisi setinggi rencana harian atau perencanaan unit.
Efektivitas rencana harian pada umumnya berkisar di seputar seberapa baik
mereka menangani tiga fitur di bawah ini:
Tema dan Sikap Secara Keseluruhan. Ke
banyakan dosen memiliki sikap, tujuan, dan tema global yang ingin mereka
tinggalkan pada mahasiswa-mahasiswanya. Barang kali, seorang dosen ingin agar mahasiswa-mahasiswanya
mengakhiri periode triwulananr
dengan bias dan kesalahpahaman yang lebih kecil atau toleransi yang sedikit lebiti besar tedadap orang-orang yang
berbeda secara rasial. Tidak adaperkuliahan atau unit yang dapat mengajarkan sikap ini, tetapi
banyak pengalaman yang direncanakari dan dikoordinasikan dengan saksama
sepanjang tahun ajaran dapat melakukannya. Atau, seorang dosen barang kali
ingin agar mahasiswa-mahasiswanya memahami dan memiliki seperangkat sikap yang
terkait dengan metode ilmiah. Satu kali perkuliahan metode ilmiah tidak akan
mencapai tujuan ini. Akan tetapi, contoh personal dan demonstrasi formal yang
menunjukkan respek terhadap data, hubungan antara teori dan realitas, atau proses
penarikan kesimpulan dari informasi pada akhirnya akan memengaruhi mahasiswa
untuk berpikir secara lebih ilmiah. Sebagai contoh terakhir, seorang dosen
sejarah mungkin ingin agarmahasiswa-mahasiswanya meninggalkan
kelas dengan apresiasi terhadap kerangka waktu yang sangat panjang yang terkait
dengan perkembangan tradlsi demokratis. Sekali lagi, satu kali perkuliahan
tentang Magna Carta, Konstitusi, atau the Fourteenth Amendment tidak
akan mengembangkan apresiasi semacam itu. Akan tetapi, membangun suksesi
berbagai perkuliahan yang kembali ke tema "tonggak-tonggak bersejarah
demokrasi" dapat mencapai tujuan ini.
Cakupan. Hanya
sedikit dosen yang kehabisan bahan untuk dikerjakan. Hal yang sering mereka
keluhkan adalah waktunya habis sementara ada banyak perkuliahan penting yang
masih harus diajarkan. Dosen-dosen berpengalaman dapat melaksanakan banyak
rencana sepanjang tahun yang ada di benaknya. Akan tetapi, dosen-dosen pemula
harus mengembangkan rencana tahunanyang teliti bila ingin menyelesaikan topik Civil
War(Perang Saudara) pada pertengahan semester. Merencanakan untuk membahas
topik-topik yang diinginkan mengharuskan dosen untuk menanyakan apa yang
benar-benar penting untuk diajarkan, memutuskan apa yang harus diprioritaskan,
dan memerhatikan jam-jamperkuliahan yang tersedia selamasatu tahun ajaran. Pada
kebanyakan kasus, dosen mencoba
mengajarkan begitu banyak topik; tetapi dengan cara yang sangat ringan. Mahasiswa
mungkin akan terlayani dengan lebih baik bila menu yang dirancangnya dikurangi Pendek kata, kebanyakan dosenpemula menetapkan estimasi yang
terlalu tinggi tentang berapa banyak waktu yang sebenarnya tersedia untuk
pengajaran dan menetapkan estimasi yang terlalu rendah tentang banyaknya waktu
yang dibutuhkan untuk mengajarkan sesuatu dengan baik. Perencanaan yang saksama
dapat membantu meminimalkan kesalahan judgment.
Siklus
Selama Semesteran. Dosen-dosen
berpengalaman tahu bahwa semesteran bersikap siklikal dan bahwa sebagian topik
lebih baik diajarkan pada titik waktu tertentu dan bukan pada waktu yang lain. Siklus semesterandan
keadaan emosional dan psikologis berubah-ubah di seputas pembukaan dan
penutupan semesteran, hari-hari dalam seminggu, periode
liburan, perubahan musim, hari besar, dan berbagai peristiwa penting di kampus.
Sebagian diantaranya dapat diantisipasi, sebagian lainnya tidak. Dosen-dosen
berpengalaman tahu bahwa unit baru atau topik penting tidak diintroduksikan
pada hari Jumat atau sehari sebelum libur. Mereka tahu bahwa pembukaan tahun
ajaran harus ditekankan pada prosit dan struktur untuk memfasilitasi
pembelajaran mahasiswa selama semesterannanti. Mereka tahu bahwa akhir semesteranakan
penuh dengan interupsi dan motivasi yang menurun karena mahasiswa-mahasiswa
sibuk mengantisipasi liburan atau mempersiapkan ujian akhir semeter yang
bertumpuk. Mereka juga tahu bahwa kurang bijaksana untuk merencanakan
pemeriksaan unit pada malam usai sebuah pertandingan besar atau usai pesta
Halloween.
Sebagai
dosen pemula, Anda akan belajar sesuatu tentang siklus-siklus dan keadaan
psikologis yang berhubungan dengannya dari pengalaman Anda sendiri. Anda dapat
menggunakan informasi ini, dan informasi yang diberikan oleh dosen-dosen yang
lebih berpengalaman di kampus, selama Anda membuat rencana jangka panjang
tahunan.
Teknik Time-Tabling untuk Membantu Perencanaan Unit dan
Perencanaan Semester. Ada beberapa teknik untuk membantu dosenmembuat rencana perkuliahan
yang jelas dan dapat dilaksanakan, yang lebih dari sekedar beberapa hari atau beberapa minggu, yang
memasukkan banyak tugas spesifik dan tugas mandiri yang akan diselesaikan
sebelum melanjutkan ke tugas-tugas selanjutnya. Salah satu tekniknya
adalah time-tabling (penjadwalan). Time-table adalah peta kronologis
dari serangkaian kegiatan pengajaran atau beberapa proyek khusus yang ingin
dilaksanakan oleh dosen. Time-tablemendeskripsikan
arah kegiatan secara umum dan produk khusus yang mungkin dihasilkan dalam satu
kerangka waktu. Teknik penjadwalan yang paling efektif-praktis dan tidak rumit
adalah pengonstruksian bagan khusus yang disebut Gantt chrat. Gantt
chart memungkinkan Anda untuk melihat bagian-bagian pekerjaan dalam kaitannya
dengan bagian-bagian lainnya. Gantt
chartdapat digunakan dengan cara yang mirip dengan peta kurikulum yang
telah dideskripsikan sebelumnya untuk menunjukkan bagaimana isi kurikulum
tertentu akan diselesaikan selama periode waktu tertentu, misalnya selama satu
triwulan. Gantt chart juga dapat digunakan untuk merencanakan logistik
dari berbagai kegiatan instruksional, seperti yang
dilustrasikan dalam Gambar 12 yangdigunakan
oleh seorang dosen untuk merencanakanfieldtrip (studi lapangan) ke museum setempat.
Gambar
12 Gantt
Chart, Kunjungan ke Museum
Ada
banyak format untuk membuat time-tables. Sebagian dosen percaya adanya
proses-proses yang terus berubah dan lebih menyukai pendekatan yang lebih
terbuka dan nonspesifik. Sebagian lainnya lebih menyukai sebaliknya dan
menuliskan semuanya dengan sangat terperinci. Falsafah dan gaya kerja pribadi
memengaruhi apa tepatnya pendekatan yang dipilih dan seberapa tinggitingkat
detail yang dibutuhkan. Terlepas dari seberapa jauh keputusan Anda untuk
memilih membuat time-tables sebagai bagian perencanaan Anda, paling
tidak penting bagi Anda untuk mempertimbangkan penggunaannya karena alat ini membantu perencana untuk
menengarai batas-batas sumber daya yang sangat penting tetapi terbatas — waktu.
Boks
Meningkatkan Pengajaran dengan Teknologi untuk modul ini mendeskripsikan
beberapa alat yang dapat membantu dosen dalam perencanaan dan penjadwalan.
Keputusan-Keputusan
Perenca-naan Lainnya. Kebanyakan diskusi di modul ini adalah tentang bagaimana dosen
memilih konten/isi kurikulum tujuan instruksional, dan kegiatan belajar. Akan
tetapi, ada keputusan-keputusan lain yang dibuat oleh dosen tentang kelasnya
yang membutuhkan perencanaan lebih lanjut. Sebagai contoh, dosen kelas dan mahasiswa
diharapkan untuk melaksanakan kegiatan "mendosensrumah", seperti
mengabsen, menjaga agar ruang kelas selalu aman dan nyaman untuk dihuni, membuat
tugas-tugas, mengumpulkan hasil pekerjaan, dan mendistribusikanserta menyimpan
berbagai bahan perkuliahan. Tugas-tugas ini, seperti halnya tugas-tugas
instruksional, membutuhkan perencanaan yang saksama. Dosen berpengalaman merencanakan
tugas-tugas "mendosens rumah" ini dengan
sangat saksama , dan efisien
sehingga observer yang naif mungkin bahkan tidak dapat melihat bahwa hal itu
terjadi. Dosen pemula yang
tidakmerencanakan
rutinitas ini secara efisien akan mengalami kekacauan dan membuang waktu perkuliahan
yang berharga. Berikut ini adalah pedoman perencanaan untuk berbagai rutinitas
yang diambil dari praktik dosen-dosen efektif dan dari pengalaman.
Pedoman 1. Pastikan bahvva ada
rencana tertulis yang terperinci untuk menetapkan regu-regu yang mendapat
giliran bertugas, memberikan tugas, mengumpulkan dan mendistribusikan
kertas-kertas, dan menyimpan buku dan peralatan.
Pedoman 2. Distribusikan rencana dan
prosedur tertulis kepada mahasiswa pada saat kegiatan "mendosens rumah"
rutin itu pertama kalinya tetjadi di tahun ajaran tertentu atau dalam kelas
tertentu.
Pedoman 3. Berikan waktu kepada mahasiswa
untuk mempraktikkan berbagai rutinitas dan prosedur, dan beri mereka
umpan-balik tentang seberapa baik mereka bekerja.
Pedoman 4. Tempelkan salinan rencana
kegiatan rutin itu di papan buletin atau di atas chart paper agar dapat
berfungsi sebagai reminder untuk umum tentang bagaimana
kegiatan-kegiatan tertentu akan dilaksanakan.
Pedoman 5. Latih student helpers segera
untuk memimpin dan membantu dalam melaksanakan berbagai rutinitas. Mahasiswa di
semua umur dapat dan senang dijadikan ketua regu, mengumpulkan buku-buku,
mengambil dan menyiapkan proyektor, dan semacamnya.
Pedoman 6. Tindak
lanjuti rencana yang Sudan di-kembangkan secara konsisten, dan pastikan
tersedia cukup waktu untuk melaksanakan setiap kegiatan, khususnya pada awal
tahun ajaran.
Pedoman 7. Ketahui
cara-cara untuk membuat kegiatan "mendosens rumah" itu lebih efisien
dan dapatkan umpan-balik tentang bagaimana pendapat mahasiswa tentang
pelaksanaan tugas rutin tersebut.
Mengindividualisasikan Perkuliahan
melalui Perencanaan
Dosendapat
menggunakan perencanaan untuk mengindividualisasikan perkuliahan dan memenuhi
kebutuhan setiap mahasiswa.
Dengan perencanaan yangsaksamadosendapat memberikan lebih banyak waktu kepada
sebagian mahasiswa untuk menyelesaikan berbagai tugas, menyesuaikan tingkat
kesulitan bahan perkuliahannya, dan memberikan kegiatan belajar yang bervariasi
kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya. Di beberapa kasus, apa yang diharapkan
untuk dipelajari oleh mahasiswa juga dapat bervariasi.
Memastikan
bahwa Tujuan Pembelajaran Sama untuk Semua Mahasiswa.
Kadang-kadang isi yang diajarkan kepada mahasiswa sangat penting sehingga dosen
tidak dapat menikmati "kemewahan" untuk benar-benar menyesuaikan capaian
pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tertentu. Sebagai
contoh, semua mahasiswa diharapkan untuk mengetahui jawaban
pertanyaan-pertanyaan tertentu yang ada dalam masterytests yang
dipersyaratkan. Karena mahasiswa tidak datang ke kelas dengan
latarbelakangdankemampuanyangsama dalam subjek-subjek tersebut, maka perencanaan dosen harus mencerminkan
cara-cara untuk membantu mereka meraih kemajuan sesuai kemampuannya masing-masing.
Biasanya, dosen melakukannya dengan membuat variasi pada salah satu di antara
tiga aspek pengajaran: waktu, bahan, atau kegiatan belajar.
Variasi
Waktu. Setiap dosen berpengalaman tahu bahwa dibutuhkan waktu lebihlama
untuk sebagian mahasiswa dibanding mahasiswa-mahasiswa lainnya untuk menguasai
isi tertentu. Untuk mengakomodasi perbedaan ini, dosen membuat perencanaan
dengan tugas yang lazim diberikan tetapi menyediakan lebih banyak waktu kepada mahasiswa
yang membutuhkannya. Akan tetapi, agar ini dapat bekerja, dosen harus membuat
rencana untuk mahasiswa-mahasiswa yang kemungkinan besar akan menyelesaikan pekerjaannya
dengan lebih cepat. Pada umumnya ini berarti memberikan kegiatan pengayaan
kepada mahasiswa-mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat atau
menyediakan pusat-pusat teknologi kepada mahasiswa-mahasiswa semacam ini
sehingga mereka dapat mengejar topik-topik yang lebih tinggi sesuai pilihannya.
Menyesuaikan
Bahan.Dosen-dosen juga dapat menyesuaikan pengajarannya melalui
perencanaan dengan membuat variasi pada tingkat kesulitan bahan pengajaran.
Sebagian kampus menyediakan beragam textbook yang ditulis dengan
tingkat yang berbeda-beda. Di kampus-kampuslain, dosenlah yang harus melakukan
penyesuaian. Bahan-bahan dapat diadaptasi dengan menulis ulang, meskipun ini
dapat menyita banyak waktu. Cara lain untuk mengadaptasi bahan termasuk
menyediakan: pedoman belajar atau Catatan yang khusus dirancang untuk mahasiswa
yang membutuhkan agar bahan perkuliahan lebih mudah dimengerti, atau dengan
membuat flashcards dan alat-alat latihan lain yang tersedia.
Menggunakan Kegiatan Belajar yang Berbeda.
Seperti telah dideskripsikan, mahasiswa memiliki preferensi yang bervariasi
dalam hal apa yang akan dipelajari. Sebagian mahasiswa dapat mengumpulkan
banyak informasi dari teks
atau web, sementara sebagian lainnya mengumpulkan
informasi dengan cara mendengarkan penjelasan dosen. Sebagian mahasiswa senang untuk menangani
ide-ide abstrak, sementara sebagian lainnya lebih sukses bila mereka
menangani bahan-bahanyang dapat dipegang, dan proyek-proyek. Sebagian lainnya
mengambilperkuliahan selama membicarakan ide-ide mereka dengan orang lain. Dosen-dosen
efektif membuat variasi pada strategi pengajaran yang mereka gunakan dan
memberikan berbagai pilihan kegiatan belajar kepada mahasiswa yang dapat mereka
gunakan untuk mencapai tujuan belajar yang sama. Untuk itulah seorang dosen perlu mengetahui
gaya belajar mahasiswanya.
Variasi
Tujuan Pembelajaran. Di beberapa kasus, dosen dapat membuat tujuan pembelajarannya
bervariasi. Sebagai contoh, mahasiswa diperbolehkan untuk memilih topik-topik
yang mereka anggap menarik dalam sebuah unit perkuliahan atau mereka dapat
memilih proyek-proyek yang sesuai dengan kemampuannya sendiri. Risiko
pendekatan semacam ini, seperti halnya risiko mengelompokkan mahasiswa
berdasarkan kemampuannya adalah mahasiswa-mahasiswadi kelompok yang lebih
lambat atau mereka yang memilih proyek-proyek yang tidak begitu sulit atau
tidak begitu kompleks mungkin akan tertinggal dalam isi inti kurikulum yang
esensial dan tidak pernah dapat memenuhi tujuan yang dicapai oleh teman-teman sekelasnya.
Hal inilah keputusan-keputusan yang harus diambil oleh setiap dosen untuk mahasiswa-mahasiswa
dan situasi-situasi tertentu.
Perencanaan
Waktu dan Ruang
Aspek
terakhir dalam perencanaan dosen ada hubungannya dengan penggunaan waktu dan
ruang, beberapa sumber daya yang cukup dapat dikendalikan oleh dosen. Hal ini
termasuk berapabanyak waktu yang digunakan pada tugas-tugas akademik secara
umum, berapa banyak waktu yang dialokasikan untuk subjek-subjek tertentu, dan
yang menempatkan mahasiswa, bahan-bahan, dan bangku-bangku. Karena ada banyak
penelitian yang berguna tentang hubungan antara penggunaan-waktu dikelas oleh dosendanprestasi
belajarmahasiswa. Sekarang kita akan melihat topik ini lebih dekat. Setelah itu, kita akan melihat secara
singkat topik ruang kelas.
Waktu
Manajemen
waktu di kelas adalah tugas yang kompleks dan sulit bagi dosen, meskipun di
permukaan tampak cukup sederhanadan
efektif-praktis. Untungnya, dasar pengetahuan tentang penggunaan waktu di kelas
ini telah dikembangkan dengan cukup baik sehingga dapat membimbingdosen
dalam membuat perencanaan di bidang ini. Secara esensial, penelitian
membenarkan bahwa apa yang sudah diketahui oleh dosen-dosen berpengalaman,
yakni: Waktu yang tersedia untuk pengajaran yang tarnpaknya melimpah pada saat
tahun ajaran dimulai dengan cepat berubah menjadi sumber daya yang langka.
Terlalu sering terjadi, dosen-dosen yang belum berpengalaman menemukan dirinya
harus berpacu untuk menyelesaikan berbagai topik dalam waktu sependek mungkin
agar dapat menyelesaikan seluruh isi yang ditargetkan. Sayangnya, apa yang
bagi mereka tampak sebagai penggunaan, waktu yang efisien sering kali hanya
sedikit membuahkan hasil dalam mahasiswa belajar, itu pun kalau ada. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan waktu yang efefektif
sama pentingnya dengan
banyaknya waktu yang dihabiskan pada sebuah topik. Minat tentang penggunaan waktu di kelas yang
saat ini mulai marak terutama berasal dari pemikiran dan penelitian yang
dilaksanakan pada 1970-an dan
1980-an. Sejumlah studi selama era itu menghasilkan tiga temuan penting (Fisher
et aL, 1980; Rosenshine, 1980; Stallings & Kaskowitz):
1. Waktu
yang dialokasikan dan digunakan untuk tugas tertentu terkait erat dengan
prestasi akademik mahasiswa. Apa yang ditemukan oleh para peneliti adalah terlepas
dari metode yang digunakan oleh dosen dalam program-program tertentu, kelas sebagai
tempat mahasiswanya menghabiskan sebagian besar waktunya untukterlibat dalam tugas
akademis adalah kelassebagaitempatmahasiswa-mahasiswanyamendapatkan prestasi akademik tertinggi.
2. Dosen menunjukkan
variasi yang besar dalam hal banyaknya waktu yang mereka alokasikan untuk
berbagai studi. Sebagai contoh, di salah satu studi, peneliti menemukan
beberapa kasus yang mengalokasikan waktu selama enam puluh menit sehari untuk
membaca dan language arts (keterampilan komunikasi tulis dan oral)
sementara beberapa kelas lainnya menghabiskan waktu hampir dua setengah jam
untuk subjek-subjek ini.
3.
Terlepas
dari banyaknya waktu yang dialokasikan dosen untuk topik tertentu, banyaknya
waktu yang mahasiswanya benar-benar terlibat dalam kegiatan belajar sangat
bervariasi. Proporsi waktu yang besar ditemukan telah digunakan untuk berbagai
kegiatan nonakademik, noninstruksional, dan berbagai rutinitas kegiatan
kerumahtanggaan.
Studi tentang waktu ini
membuat Carol Weinstein dan Andrew Mignano (2002, 2007) membedakan waktu
pengajaran menjadi tujuh kategori:
1. Total time. Yang dimaksud adalah total
waktu yang dihabiskan mahasiswa di kampus. Di kebanyakan kampus, waktu yarig
diwajibkan terdiri atas 16 tatap muka per semester..
2. Attended time. Yang dimaksud adalah
banyaknya waktu yang sebenamya digunakan mahasiswa untuk hadir di kampus. Hari
libur nasional, sakit, sistem pendingin yang rusak, dan hari-hari yang
terlampau panas mengurangi banyaknya waktu kehadiran dari total waktu yang
disyaratkan oleh regulasi.
3. Available time. Sebagian waktu kampus
yang digunakan untuk makan siang, istirahat, rapat, dan kegiatan
ekstrakurikuler lain
yang, sebagai akibatnya, mengurangi waktu untuk maksud-maksud akademik,
4. Planned
academic time. Ketika dosen mengisi buku , mereka menyisihkan sejumlah waktu
untuk berbagai subjek dan kegiatan, yang disebut planned academic,time (waktu
akademikyang direncanakan).
5. Actual academic time.
Banyaknya waktu yang sebenarnya dihabiskandosenberbagai tugas dan kegiatan
akademik disebut allocated time (waktu yang dialokasikan). Istilah ini
juga disebut opportunity to learn (kesempatan
untuk belajar) dan diukur dari
banyaknya waktu yang diperintahkan kepada mahasiswa oleh dosen untuk tugas
akademik tertentu.
6. Engaged
time. Banyaknya waktu yang sebenarnya dihabiskan mahasiswa untuk
kegiatan atau tugas belajar disebut engaged time (waktu keterlibatan) atau time
on task (waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan tugas). Tipe waktu ini diukur
berdasarkan perilaku on-task (mengerjakan tugas) dan off-task (tidak
mengerjakan tugas). Bila dosen mengalokasikan waktuuntuk soal-soal matematika
dan mahasiswa bekerja untuk menyelesaikan soal-soal tersebut, maka perilaku mahasiswa
disebut on-task. Sebaliknya, bila mahasiswa mengobrol tentang sepak bola
dengan mahasiswa lain selama jam perkuliahan, maka perilaku mahasiswa disebut on-task. Sebaiknya, bila mahasiswa mengobral tentang sepak bola
dengan mahasiswa lain selama jam perkuliahan, maka perilakunya disebut off-task.
7. Academic
learning time (ALT), Banyaknya waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk terlibat dalam
tugas akademik hingga ia dapat meraih kesuksesan disebut academic learning
time (waktu belajar akademik). Hal inilah aspek waktu yang paling erat terkait
dengan pembelajaran mahasiswa.
Carol
Weinstein dan Andrew Mignano (2002, 2007),
menunjukkan betapa banyak waktu yang tersedia di ketujuh kategori tersebut. Berdasarkan studi-studi tentang waktu yang
dideskripsikan sebelumnya, gambar ini
menunjukkan bagaimana hampir seribu seratus jam waktu yang diwajibkan untuk kampus
dikurangi hingga academic learning time (ALT) (waktu belajar akademik)
aktualnya hanya mendapat waktu
tiga ratus jam lebih sedikit kalima
adanya “slip'' di setiap langkahnya. Jadi meskipunadabanyakvariasi
dalam mengelola waktu kampus dan kelas, perkuliahan
yang diambil dari penelitian tentang bagaimana waktu sebenarnya digunakan jelas
menunjukkan bahwa jauh lebih sedikit waktu belajarakademik yang tersedia bagi dosen
dan mahasiswa dibanding yang tampak selayang pandang.
Studi-studi
tentang waktu yang dilakukan oleh para peneliti pendidikan terkemuka menerima
perhatian dari seluruh dunia, baik dari para praktisi maupun peneliti. Bila ada
hubungan yang kuat antara time on task dan prestasi akademik, penelitian
tindak-lanjut tampaknya akan menemukan apa yang dilakukan oleh sebagian dosen
untuk menghasilkan kelas dengan rasio on-task yang tinggi dan apa yang
dapat dilakukan untuk membantu dosen-dosen lain untuk berkembang ke arah ini.
Dua ranah yang menjadi perhatian dalam waktu dekat adalah bagaimana dosen
mengorganisasikan dan mengelola kelas mereka dan metode mengajar tertentu yang
mereka gunakan.
Ruang
Penataan
ruang kelas sangat penting dan tidak memiliki solusi yang sederhana. Yang
terpenting, bagaimana ruang kelas digunakan memengaruhi bagaimana para
partisipan di kelas saling berhubungan dan apa yang dipelajari oleh mahasiswa.
Simak, misalnya, bagaimana seorang dosen melaksanakan diskusi dengan mahasiswa-mahasiswanya.
Dosen dan mahasiswa-mahasiswa
dapat ditata dalam bentuk
lingkaran yang memungkinkan komunikasi yang merata di antara semua pihak atau, seperri
yang lebih lazim digunakan, tempat duduk mahasiswa dapat ditata dalam
baris-barislurus yang semua informasinya diarahkan ke dan dari figur sentral (dosen).
Dalam penataan terakhir ini, diskusi tidak terjadi di antara mahasiswa-mahasiswa,
tetapi antara mahasiswa dan dosen. Seperti ditunjukkan oleh contoh ini,
bagaimana ruang dirancang tidak hanya mempengaruhi pola komunikasi, tetapi juga
kekuatan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Hubungan ini penting karena dapat memengaruhi
seberapa jauh mahasiswa merasa memiliki perkuliahan dan menjadi mahasiswa yang
mandiri.
Penataan
mahasiswa, meja, dan tempat
duduk tidak hanya membantu menentukan pola komunikasi dan hubungan
interpersonal di kelas, tetapi juga memengaruhi berbagai keputusan sehari-hari
yang harus dibuat dosen tentang manajemen dan penggunaan sumber daya yang
langka. Pilihan-pilihan yang terlibat tidak benar-benar jelas. Untungnya, body
of research yang substansial menyediakan pedoman bagi dosen ketika mereka
memikirkan tentang keputusan-kepurusan tersebut.
Pemikiran Akhir tentang Perencanaan
Dewasa
ini banyak aspek pembelajaran sedang mengalami perubahan. Perencanaan barang
kali adalah salahsatudiantaranya. Dalam Learning to Teach in Higher
Education, maupun di banyak buku lain, perspektif tentang dan prosedur untuk perencanaan terutama berasal
dari pandangan tradisional yang menempatkan dosen di pusat proses perencanaan.
Akan tetapi, selama dua dekade terakhir, berbagai perspektif yang muncul
mengalihkan fokus perencanaan dari dosen ke mahasiswa. Minat pada learner-centered planning (perencanaan
yang dipusatkan pada mahasiswa) berasal dari hasil kerja sebuah satuan tugas American
Psychological Association (lihat Learner-Centered Principles Work Group,
1997), studi-studi tentang" perencanaan yang dilaksanakan oleh para
peneliti seperti McCombs (2001), dan beragam buku yang dipublikasikan, misalnyaLearfier-Cehtered
Teaching: Five Key Changes to Practice (Mayellen W,eimer, 2002).
Hasil
karya satuan tugas American Psychological Association itu mengembangkan
beberapa prinsip yang dipusatkan pada pebelajar. Akan tetapi, penekanan
prinsip-prinsip inibersinggungan dengan berbagai perkembangan mutakhir dalam
pemahaman kita tentang mahasiswa dan proses pembelajaran. Mereka terutama
mendukung prinsip-prinsip konstruktivis seperti:
§
Mahasiswa yang sukses dari wakru ke waktu dan dengan dukungan
menciptakan sendiri representasipengetahuan yang benar-benar berarti.
§
Mahasiswa yang sukses mengaitkan
informasi barudengan pengetahuan yang sudah ada dengan carayang bermakna.
§
Mahasiswa yang sukses berpikir secara stratogis danmemikirkan
tentang pembelajarannya sendiri,
§ Belajar dipengaruhi secara signifikan oleh
faktor-faktor lingkungan seperti budaya dan praktik-praktik pembelajaran.
Weimer
(2002), di lain pihak, memberi penekanan pada praktik-praktik di kelas. la
mengatakan bahwa pembelajaran mahasiswa, dan bukan pengajaranlah yang
seharusnya menjadi fokus di kelas. Menurut Weimer, agar pemusatan pada pebelajar
mendominasi, ada lima praktik pembelajaran penting yang harus berubah: (1)
keseimbangan kekuasaan harus dipindahkan dari dosen ke mahasiswa; (2) isi harus
berubah dari sesuatu yang harus dikuasai menjadi alat untuk mengembangkan
keterampilan belajar; (3) paradigmanya harus berubah dari paradigma bahwa dosen
melakukan semua tugas perencanaan dan melakukan pedagogi yang baik menjadi
paradigma bahwa dosen adalah penuntun dan fasilitator; (4) tanggung jawab untuk
pembelajaran harus pindah dari dosen ke mahasiswa dengan maksud membantu mahasiswa
agar dapat menjadi pebelajar yang otonomi mandiri; dan (5) evaluasi harus
digunakan untuk memberikan
umpan-balik dan untuk menghasilkan pembelajaran dengan penekanan
yang kuat pada partisipasimahasiswadalam evaluasidiri.
Lebih
banyak hal tentang kelas yang dipusatkan pada mahasiswa akan ditemukan di
sepanjang modul-modul selanjutnya. Untuk saat ini dan dalam kaitannya dengan
perencanaan, penting untuk tetap menyadari prinsip-prinsip learner-centered dan
untuk mengeksplorasi cara untuk melibatkan mahasiswa dalam proses perencanaan.
Perpindahan dari pendekatan perencanaan yang dipusatkan pada dosen ke
pendekatan-pendekatan yang dipusatkan pada mahasiswa tidak akan terjadi dalam
waktu dekat, tetapi kemungkinan besar akan menjadi pe-gangan para dosen
generasi Anda.
Rangkuman
Menjelaskan mengapa perencanaan dosen
penting, dan deskripsikan tiga macam perspektif tentang perencanaan.
§ Merencanakan dan mengambil keputusan tentang perkuliahan
adalah aspek-aspek terpenting pembelajaran karena merupakan determinan utama
dari apa yang diajarkan di kampus dan bagaimana cara mengajarkannya.
§ Perspektif
tradisional perencanaan didasarkan pada model-model linier-rasional yang
ditandai oleh penetapan tujuan dan pengambilan tindakan-tindakan tertentu untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
§
Dasar pengetahuannya menunjukkan bahwa perencanaan dan pengambilan
keputusan dosen tidak selalu sesuai dengan model perencanaan linier-rasional.
Perspektif-perspektif yang lebih baru tentang perencanaan lebih menekankan pada
tindakan dan refleksi nonlinier perencanaannya.
§ Bentuk
ketiga perencanaan dosen, yang disebut mental planning, didasarkan pada
pemikiran reflektif sebelum mengonstruksikan rencana yang lebih formal serta
tindakan membayangkah dan latihan mental sebelum menyajikan perkuliahan
tertentu.
Menjelaskan konsekuensi perencanaan
untuk pembelajaran mahasiswa dan mendiskusikan bagaimana dosen-dosen pemula dan
dosen-dosen berpengalaman mendekati perencanaan dengan cara yang berbeda.
§ Berbagai
studi menunjukkan bahwa perencanaan memiliki konsekuensi bagi pembelajaran mahasiswa
maupun perilaku kelas. Perencanaan dapat meningkatkan motivasi mahasiswa,
membantu memfokuskan pembelajaran mahasiswa, dan mengurangi masalah manajemen
kelas.
§ Dosen-dosen
berpengalaman dan dosendosen pemula memiliki pendekatan dan kebutuhan perencanaan
yang berbeda. Dosen-dosen berpengalaman lebih memerhatikan tentang bagaimana membangun
struktur sebelum membimbing berbagai kegiatan kelas dan merencanakan sebelumnya
berbagai adaptasi yang mungkin dibutuhkan setelah perkuliahan berjalan. Secara
umum, dosen-dosen pemula membutuhkan rencana yang lebih terperinci dibanding dosen-dosen
berpengalaman. Mereka lebih banyak menggunakan perencanaan untuk pengajaran
verbal dan lebih banyak merespons interes mahasiswa.
§ Kadang-kadang
sulit untuk mempelajari keterampilan merencanakan dari dosen-dosen berpengalaman
karena banyak di antarakegiatan perencanaan mereka yang tersembunyi dari
penglihatan publik.
Mendeskripsikan tiga fase perencanaan dosen
dan tipe-tipe keputusan yang dibuat selama masing-masing fase, dan
mendiskusikan bagaimana siklus-siklus perencanaan bervariasi di sepanjang tahun
ajaran.
§ Perencanaan
dosen bersifat multifaset, tetapi berhubungan dengan tiga fase pengajaran:
sebelum perkuliahan, ketika keputusan tentang apa yang akan diajarkan, dan
untuk berapa lama dibuat; selama perkuliahan, ketika keputusan tentang
pertanyaan yang akan ditanyakan, wait time (waktu untuk menunggu
jawaban), dan orientasi, dan; setelah pengajaran, ketika keputusan tentang
bagaimana cara mengevaluasi kemajuan mahasiswa dan apa tipe umpan-balik yang
akan diberikan dibuat.
§ Siklus-siklus
perencanaan tidak hanya termasuk rencana harian tetapi juga rencana mingguan,
bulanan, dan semesteran. Akan tetapi, detail-detail untuk berbagai perencanaan
ini berbeda. Rencana yang dilaksanakan pada hari tertentu dipengaruhioleh apa
yang terjadi sebelumnya dan pada gilirannya akan memengaruhi rencana yang akan
datang.
Memberikan definisi dan contoh untuk
tugas-tugas perencanaan berikut: menggunakan standar dan kerangka-kerja,
memetakan kurikulum. merancang tujuan instruksional/capaian pembelajaran (termasuk
berbagai pendekatan), menggunakan taksonomi, mengonstruksikan rencana harian
dan perencanaan unit, penjadwalan.
§ Salah
satu tugas perencanaan yang paling kompleks adalah memilih isi kurikulum.
Standar dan kerangka-kerja yang dikembangkan oleh masyarakat profesional dan
oleh komite kurikulum tingkat nasional dan lokal/kampus membantu pembuatan
keputusan tersebut Sejumlah alat perencanaan juga dapat membantu dosen,
termasuk pemetaan kurikulum.
§ Pemetaan kurikulum adalah alat perencanaan yang
memungkinkan sekelompok dosen untuk menjadwalkan apa yang mereka ajarkan di
berbagai tingkat kelas dan di berbagai bidang isi. Tipe perencanaan ini
mengidentifikasi berbagai kesenjangan dan tumpang-tindih.
§ Tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang mendesdeskripsikan perubahan mahasiswa yang seharusnya terjadi/sebagai hasil pengajaran. Tujuan perilaku yang diharapkan
dari mahasiswa, situasi pengujian yang perilakunya akan
diobservasi, dan kriteria kinerja.
Tujuan yang ditulis dalam format yang lebih umum mengomunikasikan maksud dosen
secara umum, tetapi kurang memiliki presisi seperti tujuan perilaku.
§ Taksonomi
adalah alat yang membantu mengklasifikasikan dan menunjukkan hubungan di antara
berbagai hal. Taksonomi Bloom telah digunakan secara luas di bidang pendidikan
untuk mengklasifikasikan tujuan dalam tiga ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Taksonomi orisinal untuk ranah
kognitif, yang dikembangkan pada 1950-an, baru-baru ini direvisi untuk
merefleksikan perspektif-perspektif dan penelitian baru tentang hubungan di
antara berbagai tipe pengetahuan dan proses kognitif.
§ Format-format
untuk rencana perkuliahan dapat bervariasi, tetapi secara umum termasuk
pernyataan yang jelas tentang tujuan, urut-urutan kegiatanpembelajaran, dan
sarana untuk mengevaluasi pembelajaran mahasiswa.
§ Perencanaan
unit mencakup potongan-potongan pembelajaran yang dapat berlangsung selama
beberapa hari atau selama beberapa minggu. Seperti halnya rencana perkuliahan,
formatnya dapat bervariasi, tetapi perencanaan unit yang baik memasukkan tujuan
umum untuk unit yang bersangkutan, isi utama yang akan dicakup, sintaksis atau
fase-fase unit, tugas-tugas utama, dan prosedur asesmen. Teknik-teknik time-tabling
(penjadwalan), seperti membuat peta kronologis untuk serangkaian ke-giatan
pengajaran, dapat membantu tugas perencanaan jangka panjang.
§ Melalui proses perencanaan, dosen dapat membuat
variasi pada waktu, materi, dan kegiatan belajar agar dapat memenuhi kebutuhan
setiap mahasiswa di kelas.
Mendeskripsikan bagaimana cara
merencanakan penggunaan waktu dan ruang yang efektif
§ Waktu dan ruang adalah komoditas yang langka
dalam pengajaran, dan penggunaannya harus direncanakan dengan hati-hati dan
dengan pandangan ke masa depan.
§ Penelitian tentang waktu menunjukkan variasi
syang cukup besar antar dosen dalam hal banyaknya allocated time (waktu
yang dialokasikan) untukberbagai bidang subjek.
§ Banyaknya
waktu yang dihabiskan mahasiswa pada sebuah tugas berhubungan dengan berapa
banyak yang mereka pelajari. Mahasiswa di kelas-kelas yang allocated
time-nya tinggi dan ada proporsi mahasiswa yang cukup besar yang terlibat dapat
belajar lebih banyak dibanding di kelas-kelas yang allocated time-nya rendah
dan mahasiswa-mahasiswanya ditemukan off-task.
§ Ruangpenataan bahan-bahan, bangku, dan mahasiswa—adalah
sumber daya penting lain yang direncanakan dan dikelola oleh dosen. Cara penggunaan
ruang memengaruhi atmosfer belajar di kelas, memengaruhi dialog dan komunikasi
di kelas, dan memiliki efek kognitif dan ernosional penting pada mahasiswa.
§ Penggunaan
waktu dan ruang dipengaruhi oleh tuntutan tugas pembelajaran. Dosen-dosen
efektif mengembangkan sikap fleksibilitas dan eksperimentasi tentang
fitur-fitur kehidupan di kelas ini.
Memikirkan bagaimana proses perencanaan
di masa depan akan lebih dipusatkan pada mahasiswa.
§ Pengetahuan mutakhir tentang pelajar dan
belajar, seperti perspektif konstruktivis dan pentingnya pengetahuan
sebelumnya, menyatakan bahwa proses perencanaan dipusatkan pada mahasiswa dan
bukan pada dosen.
Buku untuk Profesional
Anderson,
L. W., & Krathwohl, D. R. (eds. and with P. W. Airasian, K. A. Cruikshank,
R. E. Mayer, P. R. Pintrich, J. Raths, & M. C. Wittrock). (2001). A taxonomy
for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom's taxonomy of
educational objectives. New York: Longman.
Bredeson,
P. V. (2003). Designs for learning. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Gronlund,
N. E. (2003). Writing instructional objectives for teaching and assessment (7th
ed.). New York:Prentice-Hall.
Ferguson,
D. L., Ralph, G., & Meyer, G. (2001). Designing personalized learning
for every student. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Jacobs,
H. H. (1997). Mapping the big picture. Alexandria, VA: Association for
Supervision and Curriculum Development.
Parkay, F. W., Anctil, E. J., & Hass, G. J. (2005). Curriculum
planning: A contemporary approach (8th ed.).Boston: Allyn &
Bacon.
Weimer,
M. (2002). Learner-centered teaching: Five key changes to practice. San
Francisco: Jossey-Bass.
Wiggins,
G:, & McTighe, J. (1998). Understanding by design. Alexandria, VA:
Association for Supervision and Curriculum Development
Perencanaan Pembelajaran
Reviewed by Magister Olahraga
on
20.05.00
Rating:
Segera daftarkan diri anda dan bermainlah di Agen Poker, Domino, Ceme dan capsa Susun Nomor Satu di Indonesia AGENPOKER(COM)
BalasHapusJadilah jutawan hanya dengan modal 10.000 rupiah sekarang juga !