PRINSIP TES DAN PENGUKURAN
1.
Prinsip
Tes Pengukuran.
Untuk melakukan
penilaian terhadap suatu program latihan harus memperhitungkan prinsip
pengetesan dan pengukuran. Ada beberapa prinsip tes dan pengukuran
sbb :
a.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan.
b.
Pengukuran berhubungan dengan tujuan.
Beberapa tujuan dalam pelatihan olahraga adalah sebagai berikut : (1)
mengembangkan efisiensi fungsi organic, (2) mengembangkan keterampilan motorik,
(3) mengembangkan sosial dan penyesuaian emosi dan, (4) mengembangkan
pengetahuan dan pengertian.
c.
Menentukan kebutuhan. Pengukuran harus
membantu dalam menentukan kebutuhan atlit secara individu maupun kelompok.
Pengukuran akan membantu pelatih dan penyusun program untuk menentukan
kebutuhan atlit secara individu maupun kelompok.
d.
Menentukan kebutuhan peralatan, bahan
dan metode. Pengukuran harus membantu proses penilaian dan dapat memberikan
dukungan dalam mengembangkan metode pelatihan dan menentukan kelayakan mengenai
peralatan dan bahan latihan olahraga.
e.
Pengukuran lebih luas dari tes. Program
pelatihan olahraga yang menggunakan hanya satu macam tes merupakan program
terbatas. Tes hanya merupakan satu bentuk pengukuran, bahkan para pelatih
olahraga akan mempertimbangkan mengenai jenis pengkuran yang digunakan dalam
proses evaluasi.
f.
Pengukuran obyektif dan subyektif.
Penilaian dalam bidang olahraga ada yang bersifat obyektif dan ada yang
subyektif. Dalam penilaian obyektif tentunya berdasarkan hasil pengukuran yang
obyektif. Pada penilaian yang bersifat subyektif ini dilakukan terhadap
kualitatif performance (kualitas penampilan). Kenyataannya seorang pelatih
tidak bisa mengelak penilaian yang bersifat subyektif, misalnya manakala
menilai keterampilan senam, loncat indah,
meskipun dalam penilaian tersebut sudah ada ketentuan dan kriteria yang sudah
ditetapkan, masih saja tidak obyektif.
2.
Fungsi
Tes Pengukuran.
Tes dan
pengukuran merupakan bagian integral proses evaluasi. Pengukuran merupakan salah satu teknik
evaluasi yang berfungsi sebagai pengumpul data. Kegiatan pengumpulan data merupakan proses pengukuran.
Berikut ini beberapa fungsi tes
pengukuran, yakni :
a.
Mengadakan klasifikasi atlit. Perihal
ini bertujuan untuk menentukan pembagian kelompok dalam berlatih. Pengelompokkan
atlit dalam beberapa kelompok homogeny, merupakan upaya pemberian kesempatan
latihan yang baik dan akan memberikan terhadap kemajuan prestasi mereka dalam
latihan. Penentuan kelompok dimaksud berdasarkan kemampuan motorik dan
keterampilannnya. Bagi atlit yang memiliki tingkat kemampuan dan
keterampilannya yang lebih baik, akan lebih cepat menguasai gerakan-gerakan.
Tetapi bagi mereka yang tingkat kemampuannnya rendah, selanjutnya dikelompokkan
dalam kemampuan motorik yang tinggi, akan berdampak negative terhadap
psikologisnya atau muncul rasa rendah diri.
b.
Menentukan status atlit. Berdasarkan
hasil pengukuran yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan status atlit.
c.
Mengadakan diagnose dan bimbingan.
d.
Pemberian motivasi.
e.
Perbaikan pelatihan.
f.
Menilai pelatihan dan materi
pelatihannya.
g.
Sebagai alat survey.
h.
Sebagai alat bantu penelitian.
3.
Kriteria
Memilih Tes Pengukuran.
Dalam
menentukan kriteria tes dan pengukuran dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
berdasarkan kriteria teknis, dan criteria pelangkap. Kriteria
teknis seperti : (1) kesahihan (validitas), (2) keterandalan (reliabilitas) dan
(3) obyektif (obyektivitas). Sedangkan criteria pelengkap seperti
mempertimbangkan faktor norma ekonomis, mudah dilaksanakan .
3.1.
Kesahihan
(validitas).
Kesahihan
(validitas): Yang dimaksud tes yang
valid adalah tes mengukur
apa yang seharusnya diukur. Suatu pengukuran dapat dikatakan valid,
apabila tes tersebut benar-benar tepat untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur. Ada 2 (dua) ketentuan dalam menetapkan derajat kesahihan, yakni (1) validitas logis dan (2)
validitas empiris.
Validitas logis
menurut Arikunto (1995:64) terbagi lagi menjadi dua macam validitas logis,
yakni : (a) validitas isi (content validity), (b) validitas konstruksi
(construck validity). Demikian pula dengan validitas empiris terbagi menjadi
dua, yakni (a) validitas setara (concurrent validity) dan (b) validitas
perkiraan (predictive validity).
Validitas isi
adalah menggambarkan derajat kesahihan suatu alat ukur atau tes yang
berkualitas dengan isi atau materi yang diberikan. Suatu tes dikatakan memiliki
validitas isi yang baik, apabila tes itu mengukur tujuan tertentu sesuain
dengan materi latihan yang telah diberikan. Jadi tes itu benar-benar mencakup
materi atau bahan yang telah diberikan atau sesuai dengan ruang lingkup materi
yang telah dilatihkan.
Validitas
konstruk adalah apabila butir-butir tes itu mengukur beberapa aspek yang
terdapat dalam konsep materi latihan yang telah diberikan. Misalnya kebugaran
jasmani terdiri dari beberapa komponen, seperti daya tahan, kekuatan,
kecepatan, kelincahan, power dan kelenturan. Maka selayaknya butir-butir tes
yang disusun itu juga mengacu kepada beberapa komponen kebugaran jasmani tadi.
Karena kesatuan butir-butir tes tersebut menggambarkan derajat kebugaran
jasmani seseorang.
Validitas
setara dikenal sebagai validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki
valditas empiris apabila hasil tes itu sesuai dengan pengalaman. Hasil tes itu
dibandingan dengan tes standar, maka dikatakan tes itu adalah valid, karena
sesuai dengan standar atau sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Validitas
perkiraan (prediksi) atau validitas ramalan. Tes itu dikatakan memiliki
validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramal apa yang akan
terjadi pada masa yang akan dating. Contoh tes tes masuk perguruan tinggi (UMPTN ) sebagaimana jenis tes keterampilan
yang digunakan di JPOK FKIP Unlam Banjarbaru. Selayaknya tes tersebut mampu
memperkirakan atau dapat meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti perkuliahan
diwaktu yang akan dating. Para calon yang diterima berdasarkan tes itu
diharapkan mencerminkan kemampuan hasil belajarnya. Sebaliknya apabila
mahasiswa tersebut pada semester pertama memperoleh nilainya rendah (jelek)
dibandingkan dengan mahasiswa yang pada saat tes UMPTN rendah, maka tes
keterampilan yang seperti digunakan JPOK tersebut dikatakan tidak memiliki
validitas prediksi yang baik.
Cara Mengetahui Validitas Tes
Untuk
mengetahui tinggi dan rendahnya validitas suatu tes, dapat dilakukan dengan
cara mengkorelasikan hasil tes itu dengan kriteriumnya. Suatu tes dikatakan
memiliki tingkat validitas yang tinggi apabila hasilnya sesuai dengan kriterium
yang sudah ditentukan (ditetapkan) sebelumnya. Teknik yang digunakan adalah
teknik korelasi (Pearson) yang tujuannya untuk mengetahui kesesuaian atau
kesejajaran tes yang digunakan. Teknik korelasi Pearson dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni :
a.
Korelasi product moment dengan simpangan
baku
b.
Korelasi dengan angka kasar
c.
Korelasi dengan teknik daya pembeda.
3.2. Keterandalan
(Reliabilitas)
Yang dimaksud
keterandalan (reliabilitas) adalah derajat keajegan, atau konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat
ukur tes dikatakan memiliki keterandalan apabila alat ukur yang digunakan dapat
menghasilkan yang benar-benar dapat
dipercaya atau diandalkan. Jika
alat ukur itu reliable, maka pengukuran yang dilakukan berulang-ulang dengan
memakai alat ukur yang sama terhadap obyek yang sama, hasilnya juga tetap sama.
Cara Memperoleh Derajat Keterandalan.
Keterandalan
suatu alat ukur dapat diperoleh melalui tiga cara, yakni :
a.
Keterandalan yang diperoleh melalui
Test-retest
b.
Keterandalan yang diperoleh melalui tes
teknik belah dua
c.
Keterandalan yang diperoleh melalui
pengukuran setara.
Test-retest
Test-retest adalah pengukuran
ulang. Untuk mengetahui besranya derajat keterandalan suatu alat ukur dapat
dilakukan dengan dua kali, yaitu pengukuran pertama dan ulangannya.
Teknik Belah Dua
Teknik Belah Dua adalah prosedur penentuan derajat keterendalan suatu tes dapat
dilakukan dengan membagi dua hasil tes tersebut dengan cara memisahkan
butir-butir tes yang bernomor genap ke dalam parohan yang kedua. Perlu
diperhatikan bahwa pemecahan butir ini hanya dilakukan pada waktu pemeriksaan
saja dan tidak pada waktu pelaksanaan tes. Dengan teknik ini dalam sekali
pelaksanaan tes diperoleh dua hasil tes yang terpisah yaitu dari kelompok hasil
butir tes yang bernomor ganjil dan bernomor genap. Korelasi antara kedua hasil
tes ini akan memperlihatkan derajat keterandalan alat pengukur tersebut.
Keterandalan Yang Diperoleh Melalui Pengukuran Setara.
Keterandalan Yang Diperoleh
Melalui Pengukuran Setara. Jika dua bentuk tes yang setara diberikan kepada
sekelompok atlit, masing-masing pertama kali dengan tes bentuk ke satu dan
berikutnya bentuk yang kedua. Pelaksanaan tes itu dapat dirangkai secara
langsung atau boleh juga dipisahkan pelaksanaanya dengan jarak waktu tertentu.
Korelasi antara hasil tes ke satu dengan tes kedua kan memberikan besranya
keterendalan tes tersebut.
3.3.
Obyektivitas.
Pengertian
obyektivitas mirip dengan keterandalan. Perbedaannya terletak pada adanya dua atau lebih pengetes
memberikan suatu tes yang sama terhadap obyek dan subyek yang sama.
Hasil tes yang diperoleh dari pengetes yang satu dikorelasikan dengan hasil tes
yang derajat dari pengetes yang lain, dan hasil korelasi ini menunjukkan
derajat obyektivitas suatu tes.
Obyektivitas
adalah derajat kesamaan hasil dari dua atau lebih pengambil tes (testor).
Keterandalan maupun obyektivitas keduanya menggambarkan tentang keajegan,
kesamaan hasil pengukuran. Keterandalan menunjukkan seorang pelaksana tes untuk
tes pertama maupun tes ulangannya terhadap obyek dan subyek yang sama,
sedangkan obyektivitas menunjukkan dua orang atau lebih pelaksana tes terhadap
obyek yang sama, baik tes pertama maupun tes ulangannya. Ukuran tinggi
rendahnya derajat obyektivitas suatu tes dinyatakan dengan atau koefesien
obyektivitas.
Teknik mencari
derajat koefisien obyektivitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan teknik korelasi.
Korelasi tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasiltes yang diperoleh
dari masing-masing juri (testor).misalnya ada tiga yuri, yakni yuri A, B dan C.
untuk mencari derajat obyektivitas hasil tes itu dapat dilakukan dengan 3
(tiga) cara yakni :
a.
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh
oleh yuri A dengan B
b.
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh
oleh yuri A dengan C
c.
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh
oleh yuri B dengan B
Hasil
perhitungan derajat kesahihan, keterandalan dan obyektivitas tes dilaporkan
dalam bentuk koefisien korelasi. Sebagai bahan acuan apakah tes itu mempunyai
koefisien korelasi yang cukup tinggi atau rendah.Menurut Mathews (1963) ada
beberapa standar koefisien korelasi yang dilakukan yakni :
a.
Koefisien korelasi yang Baik Sekali : 0,90 – 0,99
b.
Koefisien korelasi yang baik : 0,80 – 0,89
c.
Koefisien korelasi yang Sedang :
0,70 – 0,79
d.
Koefisien korelasi yang Kurang :
0,60 – 0,69
e.
Koefisien korelasi yang Kurang sekali : ≤ 0,59
PRINSIP TES DAN PENGUKURAN
Reviewed by Magister Olahraga
on
17.24.00
Rating:
saya mau ngutip isi dari blog ini agak ragu karena tidak ada keterangan tanggal, bulan tahun artikel ini di sajikan. izin saran nya
BalasHapus